Bunda, aku rindu. Ayah, rangkul lagi aku.

Perlahan kuarahkan badan yang dari tadi memintaku ketempat ini. Tempat dimana terdapat sepetak ruangan yang terhiasi foto sesosok perempuan berhijab putih. Senyumnya yang menawan terlihat begitu mempesona dibaluti wajah yang bercahaya. "Hallo bunda" tanyaku ke arah foto itu sambil mengusap lalu mencium foto itu . "Bunda, hari ini hari pertamaku sekolah di SMA bunda tau? Aku punya banyak teman baru, rasanya senang sekali bunda. Besok juga hari ulang tahunku hari dimana aku dilahirkan dari rahimmu 16 tahun yang lalu" lirihku pelan. Ada yang aneh saat aku melihat foto bunda rasanya aku merasakan kerinduan yang mendalam. Tidak jauh dari foto itu terdapat sebuah kasur kecil. "oh kamarku" sambil kuhempaskan badan ke kasur itu, panjang kasur itu kira-kira hanya sampai betis kedua kakiku bahkan lebarnya hanya cukup untuk dua orang itupun ukuran satu orang dewasa dan seorang anak kecil seperti dulu waktu aku tidur selalu ditemani bunda tepat dikasur ini. Akupun terlelap sampai pagi hari. Pagi harinya diruang makan, ayah telah menungguku untuk sarapan pagi. "Bagaimana del sekolahmu kemarin ?" Tanyanya lembut. "Menyenangkan sekali ayah, aku juga sudah menceritakan semuanya pada bunda. Oh iyah ayah, Bunda masih tidur ?" tanyaku sambil melirik kamar bunda. Aku melihat jelas ayah memalingkan muka dariku dan aku tahu ayah menangis tapi ayah tidak ingin aku mengetahuinya. Aku benar-benar kebingungan kenapa saat kutanya mengenai bunda ayah malah menagis, mungkin ayah sedang ada masalah dengan bunda pikirku. Ayahpun kembali melihat ke arahku, tangan ayah mulai merangkulku dia memeluku erat tapi lirihan tangisannya masih terdengar. "Deeeel, kenapa dela ?" perkataannya semakin membingungkan. Entah kenapa melihat ayah seperti itu, aku seperti mengingat sesuatu yang pernah terjadi, sesuatu yang membuat ayah dan aku sakit. tapi kejadian apa itu? "ayo del berangkat sekolah" suara ayah pelan tangannya terasa gemetaran saat melepaskan pelukannya tadi, aku pun bergegas menuju mobil. sepanjang jalan aku hanya memperhatikan ayah menyetir sesekali ayah menengok ke arahku lalu dia tersenyum. Tapi senyumnya seperti sedang menyuratkan kalau ayah sedang terluka. kenapa ayaah? ada apa ini ayah? teriak batinku. Setiba dikelas aku masih merenungkan sikap ayah tadi hampir berapa pelajaran yang tidak aku perhatikan. Waktuku hanya kupakai untuk melamun sambil memutar-mutarkan pulpenku hinggga akhirnya lamunanku buyar saat mendengar bell di jam terakhir pelajaran. Sambil berjalan pulang aku memutuskan untuk menelpon bunda. Tapi bunda tidak mengangkatnya, aku telpon lagi dan lagi tapi jawabannya tetap sama hanya bunyi "tut tut tut " yang terdengar. bunda kenpa bunda? "gumamku. Sesampainya dirumah, aku langsung pergi ke kamar bunda tapi bunda tidak ada. Langsung saja aku pergi kekamarku, rasanya aku sedang dipermainkan oleh tingkah laku ayah dan bunda. "braak" kubuka pintu kamarku dan ternyata bunda ada disana, duduk di kasur itu sambil tersenyum. Aku langsung menghampiri bunda "bunda kemana saja? bunda kenapa tidak mengangkat telponku? bunda, ada apa dengan bunda dan ayah ?" kataku gelisah, tapi bunda tidak menjawanya bunda hanya duduk dan tersenyum dari tadi. Kedua tanganku sudah gatal ingin memeluk bunda perlahan tanganku kuarahkan ke arah bunda. Tiba-tiba telpon rumah berbunyi tanganku batal memeluk bunda. "biar aku yang mengangkatnya bun, bunda tunggu disini sebentar yah" lagi-lagi bunda hanya diam.
" Hallo del, ini ayah. nanti pulang dari kantor, ayah akan menjeput kamu. kamu siap-siap yah ayah mau ngajak kamu ke teman ayah" ternyata itu telpon dari ayah. "oh iyah. Tapi ayah bunda diajak atau tidak? dikamar ada bunda" jawabku. "del, sabar yah del kamu pasti sembuh" "sabar apa ayah? sembuh? aku tidak sakit kok yah" Tak terdengar lagi jawaban ayah, ayah sudah menutup telponnya. pembicaraan ayah membuatku bingung, aku memerhatikan gagang telepon sambil menghentak-hentakan kaki ke lantai" aneh, ada yang aneh". Hentakan kakiku kuhentikan aku teringat bunda, aku langsung berlari ke kamar dan tenyata bunda sudah tidak ada, aku cari kesekitar rumah hasilnya tetap tidak ada, " bunda pergi lagi" bisiku sedih. Perasaanku kali ini benar-benar diambang kebingungan bukan hanya bingung rasanya aku ingin sekali marah pada ayah dan bunda. Kutunggu ayah didepan rumah, terdengar dari jauh suara klakson ayah. Ayah melambaikan tangannya ke arahku, akupun menghampirinya. Sekitar 5 menit semenjak berangkat ayah hanya diam tangannya sibuk membulak-balik setir". Ayah, aku tadi ketemu bunda tapi kok bunda diam saja ya yah. Ayah apa bunda marah sama ayah ? ayah, bunda ...... " tak sempat kuteruskan, lagi-lagi ayah menangis, mobilnya dihentikan tiba-tiba . Ayah melihat ke arahku tajam seperti orang yang akan marah , tapi ayah malah menangis lagi lalu melanjutkan laju mobilnya tapi bukan lagi ke arah depan melainkan balik lagi ke arah pulang. Ayah bilang besok saja kerumah teman ayahnya. Malam ini pun menjadi malam yang paling kubenci rasanya alam seperti sedang menertawakan apa yang sedang kualami, aku sendiri. bunda aku rindu, bibirku tak henti-hentinya mencium foto bunda. rasanya aku sudah tidak kuat, kulihat ada seseorang yang sedang memperhatikanku diluar jendela dan oh itu bunda, segera aku keluar dan menghampiri bunda. Seperti biasa bunda hanya diam berdiri dan tersenyum tapi kali ini bunda menggenggam tanganku, tangiskupun pecah rasanya rasa rinduku tersampaikan. kami pun tersenyum bersama. Dibalik pintu aku melihat ayah melihat ke arahku dengan pandangan aneh, kemudian ayah menangis lagi ayahpun pergi dari pintu masuk ke dalam. Aku menghela nafas "bunda ayo masuk ayah menangis lagi bunda" kataku pada bunda. Seperti biasa bunda hanya diam. Kalau bunda tidak mau masuk rumah, bunda masuk ke kamar saja lewat jendela" bunda hanya tersenyum. "aku masuk bunda" izinku kepada bunda. Akupun pergi kedalam rumah, baru sampai pintu aku melirik ke arah bunda tapi bunda sudah tidak ada, aku berfikir bahwa bunda takut terhadap ayah. Aku masuk ke kamar ayah, ayah sedang duduk dikasur tangisannya kini tidak disembunyikan dariku, aku usap dengan jariku air yang keluar dari mata ayah itu. Aku menunggu sampai air mata ayah tak menetes setetes pun. "Ayah, ayah kenapa menangis terus? diluar ada bunda. Aku ingin ayah mengajaknya masuk kedalam yah, kasihan bunda" mohonku kepada ayah. Mata ayah kini terbelalak "Della sudah cukup! diluar tidak ada siapa-siapa hapus bunda dari bayanganmu Della" teriak ayah. Aku terluka dengan perkataan ayah, ayah sudah tidak menganggap bunda. Bagaimana bisa ayah menyuruhku melupakan bunda? sosok paling sempurna? Aku keluar dari kamar ayah tanpa mengatakan sepatah katapun, perkataan ayah tadi membuatku jadi benci dengan ayah". Del, maafkan ayah del, ayah hanya .. ". "bruuk" aku langsung menutup pintu kamarku keras tanpa menghiraukan ayah yang sedang berbicara padaku. Aku menangis sejadinya, aku dibuat bingung oleh ayah lalu aku dibuat sakit juga oleh ayah. Bunda datang kearahku lalu tidur disampingku tapi ada yang berbeda kali ini, bunda datang tanpa senyuman bunda hanya diam dan menatapku sedih sepertinya bunda tidak menyukai sikap kerasku tadi pada ayah. Pagi pun datang, Bunda hilang saat aku membuka mataku. Aku bersiap memakai seragam lalu pergi keruang tamu. Diruang tamu ayah sedang makan lalu memandangku tapi ayah tidak berkata apa-apa. "Ayah, kenapa sikap ayah jadi begitu sama bunda? dulu ayah sangat menyayangi bunda begitupun bunda. Buktinya tadi malam bunda sedih melihat aku bersikap seperti itu terhadap ayah? Bicaraku panjang. "Bunda? Dimana kamu bertemu bunda? Dimana? Sudah ayah bilang jangan dipikirkan lagi del!" suara ayah keras. "Ayah ada apa dengan ayah? Aku benci ayah! Aku benci. Tega sekali seorang ayah memisahkan anak dari bundanya". Bentaku terhadap ayah". cukup dela, sekarang kamu tidak usah sekolah dulu, kamu harus bertemu dengan teman ayah" belum sempat aku menjawabnya tanganku sudah dipegang erat oleh ayah sampai kemobil. Kali ini ayah benar-benar sedang marah". aku benci ayah, aku benci ayah" ucapku sepanjang perjalan. Ayah hanya diam terlihat matanya berkaca-kaca tangannya gemetaran.
Akhirnya aku sampai di teman ayah "kenalkan del, ini om Jason teman ayah " aku melihat tanda pengenalnya yang tergantung di jasnya dan ternyata dia seorang psikiater. "Tapi kenapa ayah membawaku kesini" komentar batinku. Ayah meninggalkanku sendiri lalu aku duduk dikursi nyaman ini tempat duduku berhadapan dengan tempat duduk om Jason dan ditengah ada meja persis seperti pasien yang sedang berkonsultasi dengan psikiater karena ada sedikit gangguan jiwa. "Della, kamu baik-baik saja kan" "seperti yang om lihat aku sangat baik om" "Bagaimana dengan ayah dan bundamu Del ?" "mereka baik juga om" "om kan sudah bertemu ayah jadi tau keadaan ayahmu, tapi kabar bundamu bagaimana del ?" "bunda juga baik kok om" "memangnya kapan terakhir kamu ketemu bunda? Bagaimana bundamu sekarang ?" "dia baik om" jawabku ketus karena menanyakan bunda terus. "apa kamu sering ngobrol sama bunda, apa kamu ketemu bunda ketika kamu sedang menghayal ?" Aku tersinggung dengan perkataan om Jason, dia kira aku bertemu bunda hanya hayalan saja. Aku keluar ruangan tanpa pamit, dijalan aku teringat pertanyaan om Jason tadi kalau aku bertemu bunda ketika aku sedang menghayal saja. Aku merasa itu sedikit benar, tapi mungkin juga itu kebetulan saja bunda datang ketika aku sedang mengahayal, pikirku. Diluar ayah menghentikanku yang berusaha menuju mobil " Della, tunggu della ! Kamu harus konsul sama om Jason agar kamu cepat sembuh dell" teriak ayah dari kejauhan. "konsul ? Aku tidak gila ayah? Aku waraaas ayah. Mulai sekarang aku tidak ingin jadi anak ayah lagi setelah ayah menyuruhku melupakan bunda kini ayah malah menganggapku gila. "Aku benci ayaaah" jawabku gemetaran. Air mataku turun aku berlari kejalan. Ayah berusaha mengejarku sambil berkali-kali meminta maaf kepadaku. Tapi aku sudah tidak sudi untuk menolehnya.Tiba-tiba terlihat mobil di depanku dan "braaaak" mobil itu menabrak. Penglihatanku buyar. "tet , tet , tet" suara alat yang tergantung disampingku terdengar menakutkan. Perlahan aku buka mataku, sedikit sakit. Ini bukan dirumah, ini dirumah sakit. Tapi tubuhku berada di sofa bukan dikasur pasien. Kepalaku menoleh ke arah pintu lalu ke arah kasur. Dan, ayaaah? Ayah sedang terbujur kaku dikasur itu kepalanya penuh perban. Selang terlilit dimana-mana. Ternyata tadi itu yang tertabrak mobil adalah ayah, ayah yang menolong aku saat itu. "Ayaaaah" ucapku penuh penyesalan. Aku langsung menghampirinya, tangannya terasa dingin aku memeluknya tapi matanya tetap tidak terbuka. Disaat seperti ini bunda tidak ada, rasanya aku ingin pergi ketempat tinggi , dan benar saja sekarang aku sudah berhasil ada di gedung tertinggi di rumah sakit itu aku memutuskan untuk loncat dari sana. Dan kali ini pkiranku digenggam setan. Selangkah, dua langkah, selangkah lagi aku mungkin sudah menjadi mayat. Tapi langkahku ketiga terhenti oleh bayang-bayang ayah yang terbujur kaku dirumah sakit. Aku mengurungkan niatku untuk melakukan hal yang paling bodoh itu. Aku tatap awan itu lalu aku diingatkan oleh kebersamaan keluarga kecil kita ayah sangat menyayangi bunda. Kami tertawa bersama saat memberi kejutan dihari ulang tahun bunda .Nostalgiaku terhenti saat ingat perkataan ayah tentang aku harus bisa melupakan bunda, lalu beralih ke bunda yang setiap bertemu hanya diam dan yang terakhir pikiranku mengarah ke om Jason yang mengatakan kalau aku pasti sedang menghayal setiap kali bertemu bunda. "Ada yang tidak beres" sangkaanku. Saat itu juga aku memutuskan untuk kerumah om Jason. Sesampainya dirumah om Jason aku langsung menanyakan ada apa dengan semua ini. "kamu sudah siap mendengar kebenarannya della" tanya om Jason. "katakan, katakan sekarang !" jawabku sedikit emosi. "Della, sebenarnya bunda kamu sudah meninggal sehari sebelum hari pertama sekolah SMA kamu. Bunda sakit dell, hanya saja kamu tidak akan ingat karena kamu mempunyai sedikit trauma (trauma ditinggalkan orang yang disayang) dan trauma itu yang menyebabkan kamu tidak ingat bahwa bunda sudah tiada. Trauma itu akan sembuh jika kamu sudah ingat dan salah satu orang yang melarang untuk memberitahumu adalah ayahmu. Dia tidak ingin melihat kamu terluka atas kenyataan bahwa bunda sudah meninggal. Dia berusaha mati-matian agar kamu tahu hal ini dengan sendirinya tanpa diberitahu orang lain. Dia ayah yang luar biasa dell". " Braaak " badanku tumbang ke lantai . Batinku hancur gemuruh emosi bergejolak di jiwa. Aku menyesal bertingkah laku seperti itu kepada ayah. Hati rasanya tertancap bambu paling runcing saat tau bunda sudah tiada. Aku berlari secepatnya kerumah sakit. Dan Ya Tuhan...... Badan ayah sudah ditutupi kain putih. Senyuman terakhir dimobil, pelukan terakhir diruang tamu bahkan genggaman terakhir saat aku diseret ke mobil tak pantas rasanya ku dapatkan karena saat itu aku malah membalas dengan bantingan keras pintu kamar saat ayah meminta maaf, lalu saat aku mengatakan bahwa aku benci ayah, dan terakhir kali ketika ayah mengejarku sambil meminta maaf yang tak kuhiraukan sama sekali. Tuhaan ambil saja aku! jangan dia, seorang ayah paling sempurna. Ayah, gagahnya ombak laut tak segagah ayah ketika sedang menjagaku. Tegarnya para pahlawan menghadapi lawan, tak setegar ayah saat menghadapi aku yang berkali-kali mengatakan kata benci kepadamu ayah. Sempurnanya para pujangga menyairkan sajak-sajak puisi tak sesempurna tanganmu ketika siap merangkulku saat aku diasingkan oleh dunia. Ribuan kata cinta yang kuucapkan sekarang biar menjadi saksi bahwa aku menyesal yah. Aku cinta pandamu ayah dan bunda... Kini yang tersisa hanya aku dan" Bunda, perempuan anganku"