Hanya tentang hal-hal sepele
yang terus berotasi tak beraturan di dalam kepala, membuatku rela
melamun untuk beberapa saat hanya demi menemukan sesuatu yang penting
disana. Sesuatu yang benar-benar mampu untuk dijadikan alasan kenapa aku
membisu tanpa jeda seperti ini.
Hanya sosok sederhana, namun
mampu membuat tiap pasang mata tak merasa bosan melihat tingkahnya,
meski hal konyol sekalipun ia lakukan. Seseorang yang memiliki gestur
tegap, tidak terlalu tinggi, memiliki senyum yang memukau(baru ku sadari
sekarang), dan memiliki banyak kelebihan yang menarik (ini juga baru
kusadari).
Pada awalnya, aku menganggap dia biasa-biasa saja. Tidak
ada gejolak yang meronta-ronta saat pandanganku dan sorot matanya
bertemu. Tak ada ketertarikan yang berarti hingga membuatku hanya
menganggap semua hal tentangnya yang biasa, menjadi benar-benar biasa.
Dia baik, bahkan manis. Hanya saja saat itu pemikiranku masih begitu
kekanak-kanakan, hingga membuat ku masih mampu dibutakan oleh sosok yang
lain.
Saat itu, dia benar-benar menunjukkan kesungguhan. Bahkan aku
berani bertaruh; jika saat itu juga dia siap diajak berkomitmen. Tapi
itulah level remaja, hitungan belasan tahun. Aku malah memilih seseorang
yang belum tentu benar-benar mengerti tentang perasaan(atau mungkin
lebih labil ketimbang aku), dan untuk pertama kalinya mencoba cinta
dalam jarak. Aku sadar, hatinya mungkin terluka. Pasti terluka, aku
yakin itu. Kebodohanku mungkin membuatnya menjauh, dalam bayanganku dia
pasti akan membenci setengah mati pada orang yang dicintai, malah
mencintai orang lain.
Aku yang tengah merajut kasih, mendendangkan
lagu cinta, bersama sosok yang tidak benar-benar ku kenali. Memangnya
apa yang bisa dipercaya pada sesuatu yang berhubungan dengan jarak?
Semua bisa berbohong sesuka hati asal masih dilindungi oleh jarak. Dan
dia, bagaimana dengan dia kala itu? Entahlah. Firasatku mengatakan kalau
dia mampu mencari seseorang yang lebih dari sekedar calon penulis.
Untuk
kamu calon Dokter,,,, maaf jika saat itu aku memilih sesuatu yang
salah. Maaf karena aku mencintai kecintaan yang tidak sebenar-benarnya
mengharapkanku.
Seperti katamu dulu, didekat pekarangan rumah
"terkadang hati yang baik, harus menambatkan perasaan pada sesuatu yang
salah terlebih dahulu sebelum akhirnya menemukan hati yang benar-benar
ingin berbagi". Aku yang tidak peka tidak segera memahami, ada bulir
cinta ditiap intonasimu, ada bulir-bulir kasih sayang pada tiap kata
yang kamu ucap.
Kala itu, aku hanya menganggap bahwa yang terlihat
adalah yang sebenarnya. Aku belum benar-benar bisa membaca topeng
tiap-tiap orang. Kamu, hanya memberikan isyarat, hanya memberikan
sentuhan-sentuhan hangat ditiap kata yang kau ucap, dan aku belum
benar-benar memahami.
Aku tau, jika hingga saat ini kamu masih menyimpan perasaan yang sama, dan mungkin masih sehangat dulu.
Aku
tau semuanya, aku bisa membaca ditiap-tiap pesan singkat yang kau
kirim. Aku tau, kamu menyisipkan berton-ton rasa rindu disana. Aku tau,
bahwa kamu tak pernah sekalipun mencoba membunuh perasaan yang tumbuh
dengan sangat liar itu.
Kamu pasti mendengar kabar tentang
hubunganku dengannya bukan? Apa kau kagett? Bingung? Sama saja, pada
awalnya aku juga merasakan hal yang sama. Hanya bisa memahami, tanpa
mengerti situasi. Tapi, setelah semuanya terjawab, aku bahkan lebih
merasa kagett, hingga deru nafasku berontak sesuka hati.
Jangan
tersenyum, aku tau. Lagi-lagi perkataanmu benar. Hatiku dan hatimu
pernah menemukan kesalahan. Dan sudah sangat belajar dari kesalahan yang
kuperbuat dengan sengaja itu.
Untuk kamu penghuni kelas
Kedokteran semeter enam. Sudah hampir adzan magrib, dan kita pasti sadar
kewajiban. Hanya beberapa hal saja,, mencintai tidak selalu beserta
rasa sakit, mencintai sejatinya tidak selalu kehilangan. Sesuatu yang
baik, tidak bisa jika dilakukan secara instan. Jika kamu benar-benar
mempunyai sentuhan ajaib, bisakah kamu membawa aku kemasa tiga tahun
silam??
Ghege ̸̸̸̨̨Ϟ•̸Ϟ•̸ ̐.̷̐͡