Idul fitri pertama tanpamu (Selanjutnya kita,,,)







Pagi dingin, dipelataran kota tua. Kota yang selalu kurindukan, kota penuh magis yang memberikanku dulu banyak mimpi-mimpi manis. Kota ini, sering juga kau anggap sebagai kota kita. Karena disinilah, awal muasal perasaan tak logis itu mucul. Perasaan yang membuat kita mematung, tersenyum malu-malu kala pandangan saling berpagut. Hujan makin menderas, jam di dinding menunjukkan pukul 06:00, namun para jamaah yang hadir masih begitu sedikit. Sangat tidak menunjukkan jika ini hari istimewa, tidak ada tanda-tanda perayaan hari besar. Mereka saling bergurau, menceritakan banyak hal yang entah apa. Dan aku, aku masih pada kegiatan awal. Memandangi butiran-butiran bening basah yang semakin jatuh menderas. Ada sesuatu yang mengganjal kala menatap semua orang. Hanya kekosongan yang terasa, bahkan dunia ikut berkonspirasi meggalaukan dengan hujan yang tak kunjung mereda. Tentu saja, ini Idul fitri pertama ku, tanpamu. Tanpamu yang 1tahun lalu masih mengucapkan selamat lebaran dengan begitu hangat. 

Kau mengucapkan semua dengan begitu jujur, tanpa kebohongan. Bahkan ditiap tutur katamu, kau sertakan berton-ton rasa rindu yang begitu membuncah. Kala itu, begitu manis dan hampir tanpa cacat sedikitpun. Aku merasa, kau akan menjadi satu-satunya kepunyaanku yang akan selalu kubanggakan. Aku meradang, mengerang kesakitan sendiri didalam barisan saf-saf shalat berjamaah. Aku mengutuk imaji ku yang masih saja mampu digalaukan oleh masa lalu. Bahkan dalam kesakitanku, aku masih berharap kau tiba-tiba muncul. Meratap dan meminta semua bisa kembali seperti dulu. 

Aku memang tolol, dungu, bodoh. Kemaha tololan bahkan mampu dengan semena-mena menyeretku untuk kembali berharap kau akan kembali, kembali keparadikma kehidupanku yang kosong dan membosankan. Dari awal takbir menggema hingga detik ini, hanya pesan singkatmu yang benar-benar ku tunggu. Aku tak perduli jika pesan itu tak berarti apa-apa untukmu, namun hanya secercah harap itulah yang mampu ku pertahankan. Tak perlu kau tahu tentang sakitku, tak perlu kau dengar keluh kesahku. Cukup kau tahu bahwa aku sekarang sudah baik-baik saja (meski kabar itu tak berarti apa-apa untukmu).
 


                "Selamat hari raya manis,, aku merindukkanmu bahkan lebih dari kerinduan yang  kau punya untuk ayahmu disurga"