Semoga saja (selanjutnya kita)




Jalanan protokol kota ini masih saja ramai pengunjung, padahal pertokoan disekitarnya telah lama tertidur. Bulan purnama menggantung sempurna diatas sana. Tak ada yang berbeda. Kota ini seakan tak pernah mengantuk. Jika kalian ingin sarapan saat solat subuh, pergi saja ke taman ini, pasti masih saja ada pedagang kaki lima yang menjajahkan panganan beraneka ragam. Sudah hampir dua jam aku berjalan tanpa tujuan. Berputar-putar sendiri. Apa yang dicari? Tidak ada. Aku hanya sekedar menikmati malam alun-alun kotaku, atau kota kita. Mungkin.
Apa kabarmu? Tak ada yang bisa kutanyakan lagi selain hal itu. Pertanyaanku mungkin sudah sangat bertumpuk. Kau mungkin sudah muak mendengar pertanyaan dan rengekanku yang tak pernah selesai. Aku hanya berharap kau baik-baik saja. Semoga saja tuhan selalu mendengar doaku; menempatkanmu pada kemudahan (mengingat kau selalu menyukai jalan yang salah). Ternyata, mencintaimu dari jarak yang sangat jauh ini membuatku belajar banyak. Hanya bisa memilikimu dalam mimpi ini, tidak seburuk yang kubayangkan dahulu. Kita saling mendoakan, namun tak pernah saling berkabar. Benarkah kita sudah saling melupakan?
Aku tau, bukan hanya sekali kau mencari tau kabarku. Aku tau, kau sangat mengkhawatirkanku. Aku tau, sejauh apapun kau melangkah, kau akan tetap mencintaiku. Aku tidak salah bukan? Aku tak hanya menduga-duga kan?
Kita terpisah, begitu saja. Setelah bertahun-tahun? Tentu saja kita hanya anak manusia yang begitu tergoda pada sebongkah perasaan yang disebut cinta. Betapa menggelikannya jika mengingat kita dulu. Kita terhanyut pada mimpi-mimpi absurd yang kita bangun dengan mata terbuka. Tapi, mimpi selalu ada akhir. Kita dituntut untuk segera kembali pada alam nyata. Kita yang dulu bisa begitu yakinnya bahwa semua akan baik-baik saja, begitu angkuhnya menganggap dunia mampu kita atur sesukanya. Saat itu kita tak pernah tau. Tak pernah paham, bahwa tuhan telah menyiapkan segudang kejutan untuk cinta monyet kita. usia ternyata bukan sekedar perpindahan dari tahun ke tahun. Bertambahnya usia, ternyata tidak seringan yang kita bayangkan. Kita yang semakin dewasa, harus dituntut lebih bijak. "Berhentilah menikmati hal yang akan membuat anda pada akhirnya saling menyakiti". Mimpi muluk kita, harus berhenti. Dihentikan secara paksa lebih tepatnya.
Bagaimana kabar dia? 


Bagaimana kabar pilihan ibumu itu? 
Apa dia membahagiakanmu? 
Apa kau dibahagiakan olehnya? 
Adakah kalian saling mengisi?
Awalnya, aku begitu frustasi saat menerima hadiah yang sangat mengejutkan ini. Tiba-tiba aku dan kamu harus dipisahkan dengan penjelasan yang sangat tidak logis. Kita sudah seperti sepasang penjahat, yang harus dijauhkan agar tidak membuat kerusakan yang semakin parah.
Aku tau, aku yakin dan aku berharap bahwa kalian (kau dan pilihan ibumu) bisa saling membahagiakan. Kau sudah bisa menerima kehadirannya, tentu saja. Seperti kata ibuku "witting tresno, dallaran kulino". Cinta ada karena terbiasa. Aku yakin, kebersamaan kalian, akan segera menghasilkan kebahagiaan baru untukmu, dan orang-orang disekitarmu.

Aku terluka, tentu saja.
Kau pasti tahu persis bagaimana perasaanku. Aku harus jatuh bangun sendiri. Siapa yang perduli tentang semua yang aku rasa? Bahkan pada kehidupan normal pun, aku harus siap sedia untuk mengganti topeng secepatnya. Aku tak ingin terlihat kacau setelah kita berakhir. Aku tak ingin membebani orang-orang yang menyayangiku dengan rengekan-rengekan ini. Perjuanganku untuk menjagamu telah usai. Namun, mencintaimu buatku tak mengenal batas. Saat itu, percakapan panjang kita harus diakhiri dengan kenyataan yang membuat sembab kelopak mata. kenyataan yang menyakitkan itu, kita alami saat perasaan yang harusnya berakhir tawa, malah berbuah rasa sakit yang menyesakkan.

Tapi, ya sudahlah. Inilah konsekuensi untuk jiwa-jiwa muda yang mudah terjerumus. Inilah sangsi untuk orang-orang yang senang bermimpi tanpa melihat kenyataan.
Kamu langit, dan aku laut. Kita hanya mampu untuk saling bercermin dan berharap bisa saling bersentuhan lewat rintik-rintik hujan. Aku baik-baik saja, tak perlu khawatir. Jadilah sosok yang istimewa untuknya. Bahagiakanlah ibumu, banggakanlah ayahmu yang telah menjadi keluarga kerajaan surga. Tetap menjadi pribadi yang baik, bahkan dalam keadaan terburukmu sekalipun.

Kau tetap kubanggakan...