Seandainya hatimu seperti hujan.

                                                                         





Langit kotaku yang temaram 
enggan bergumam 
Hujan yang awet menyeringai cerewet 
Dinginnya malam menambah kelam 
 Kerinduan yang menghujam menancapkan resah yang mengalir mengenyam
 

Tiba-tiba saja sosok itu muncul lagi Perasaan bersalah hadir lagi Menyesal akan masa lalu merasuk lagi
Tergambar wajahmu Terdengar tawa renyahmu Tersimpul senyum manismu Demi Tuhan, aku merindukanmu!
Aku ragu menyebut cinta Aku ragu menyebut rasa Karena kisah kita sebenarnya tak benar-benar ada Karena cerita kita sebenarnya tak benar-benar tercipta
 

Kaukah itu? Seseorang yang pantas kucintai daripada kubenci
Kaukah itu? Sosok semu yang hanya beberapa kali kutemui
 

Tanpa alasan yang pasti Meskipun kita tak bersama lagi
 

Aku masih terus menyelipkan namamu dalam doa kala sunyi Setiap pagi Setiap hari
Aku benci sendiri Terutama ketika kutahu kautak lagi di sini
Aku takut dihantui sosokmu lagi Sosok yang dulu pernah kucintai dan kukagumi setengah mati
Kaukah itu, yang bilang cinta namun pergi tanpa permisi Menghadirkan luka sesuka hati, mematikan keyakinan diri.
Hanya rasa takut dan waswas yang kau lukis. Miris. Membuat mata menangis.
Aku terluka sendiri, tanpa kau tau. Aku berjuang setengah mati menghapus semua janji bisu yang hanya berdiam diri menetap disana. Aku sekarat dan terluka parah saat mencintaimu tanpa batas.
 

Seandainya hatimu seperti hujan, Yang memberi kesejukan, bukan panas dan kesakitan. Seandainya hatimu seperti hujan, yang memberikan ketenangan, bukan rasa was-was hingga mengalir peluh.
 

Seandainya hatimu seperti hujan. Yang membuatku rela berjam-jam hanya berdiam diri menata diri, bukan menghabiskan literan air mata.
 

Aku hanya bergumam, tanpa berharap.