GERIMIS
Dia diam. Hanya badannya yang bersandar di tembok sesekali
terguncang pelan. Ada danau menggenangi matanya. Ya, dia menangis
diam-diam.
Sudah hampir dua jam aku merayunya berbicara. Namun,
seberapa kalimat yang meluncur dari bibirku, selama itu pula ia memilih
tak berbicara.
jujur aku bingung. Bibir mungilnya yag terbiasa ramai
oleh bunyi kini terbungkam rapat tanpa suara. “Berceritalah..!” pintaku.
Tetap tak tersahuti.
“Katakan di pucuk pohon mana kau menginginkan kita bercinta?” tanyaku menggodanya.
Mendengar
kalimat itu, sebentar matanya menantang mataku. tapi, hanya sebentar.
Kami memang tak pernah benar-benar berani bercinta. setumpuk firman
dalam kitab suci masih cukup untuk menakut-nakuti kami berdua bila
melakukannya. Sederet nilai seolah menjadi jangkar yang memberati
pikiran untuk meyakini bahwa hal kayak gitu mah biasa.. Bercinta di atas
pohon tertinggi adalah imajinasi terliar yang pernah kami obrolkan.
Hahaha, sungguh diskusi dua orang penakut.
Dia masih saja diam.
Sementara di luar, gerimis mulai turun. Sesekali tempias airnya masuk melewati lubang jendela kamarku yang tak tertutup rapat.
Kulirik
jam dinding, sudah pukul 17.13 WIB. Beberapa jam sudah berlalu sejak
ia datang dalam diam. Aku sudah mulai kelelahan merayunya berbicara. Aku
pun sudah hampir kehilangan kalimat-kalimatku sendiri. Aku mulai…
tiba-tiba saja dia berbicara “Aku hamil…tidak denganmu. tapi orang lain”
di luar masih saja gerimis..
***
Sebuah pesan singkat tiba2 muncul dalam inbox HP-ku.
"Kutunggu di taman yang dulu, jam lima sore ini. Salam. Alana"
Aku masih tak percaya. Kuulangi sekali lagi membacanya. Masih sama. Tak ada satu pun huruf yang berubah.
Tanpa bermaksud merendahkan kemampuan teknologi aku mencoba mengamankan perasaanku dengan berusaha tak percaya.
Bagaimana mungkin Alana tiba-tiba muncul lagi dalam kehidupanku.
Telah delapan tahun aku mencoba mengubur segala ingatan tentangnya.
Let the dead is dead. Yang mati biarlah mati.
Aku
berusaha kembali menekuri pekerjaanku yang nyaris terancam deadline.
Tinggal satu halaman saja, maka aku bisa menyetorkannya pada redaktur
sore ini juga.
Tak terlampau susah buatku untuk menyelesaikannya. Semua sudah ada di kepala.
Sedetik, dua detik, semenit, merambat satu jam.
Tanganku
tiba-tiba terasa tak bisa bergerak. Dua puluh enam simbol alphabet
ditambah 10 angka dan ikon-ikon lain dalam tuts keyboardku seolah hilang
arti.
Bahkan tiba-tiba 17 inch layar monitor di depanku langsung
menjelma dirinya. A L A N A...Ah, pesan yang dikirimnya sore ini tak
kusadar telah mendera batin.
Ingatan kembali tentangnya kurasa bagai pukulan emosional yang nyaris tak terlawan.
Mungkin
seperti ini rasanya ketika Superman bertemu hijau batu
krypton?Arrgghh...mengapa aku masih saja seperti ini.Alana adalah
kosong.
Nama dan bayangannya telah kubunuh bertahun-tahun lalu.
Aku
memang telah memaafkan segala pengkhianatannya. Walau sangat berat aku
berusaha menaruh egoku di koordinat terbawah waktu itu.
Ia hamil
dengan orang lain. Ia tak pernah mau pernah mau bercerita siapa lelaki
itu. Bahkan, sampai akhirnya ia pergi menghilang aku tetap tak mampu
marah.
Pergilah dengan semua cinta yang kau punya. Biarkan aku
berjalan semampunya dengan mengumpulkan sisa-sisa patahannya. Getirku
sudah lenyap.
Sebab, kegetiran yang bertumpuk-tumpuk tak akan
terasa lagi sebagai kegetiran. Ia hanya akan menjadi rasa yang
biasa.Sudah jam lima lebih lima menit. Jika harus datang menemui Alana
sore ini aku telah terlambat. Aku tak peduli. Ruang dan waktu hanyalah
buatan manusia. Sementara rasaku adalah adikarya Tuhan yang bahkan tak
diberikan-Nya kepada malaikat sekalipun.Tak sampai sepuluh menit aku
telah tiba di taman.
Taman akasia tempat kami dulu sering
menghabiskan hari. Aku berjalan menuju bangku kosong di bawah pohon
akasia terbesar di pojok kiri taman. Tempat duduk favorit kami.
Aku duduk sendirian. Alana belum datang.
Alana bukan lagi kosong.
Sore ini ia berubah wujud menjadi teka-teki silang buatku.
Pertanyaan demi pertanyaan muncul tanpa jawaban.
Apa kabarnya?
Apakah yang diinginkannya dariku sore ini?
Masih kah wajahnya yang tirus membius itu mampu memompa adrenalinku?
Entahlah...Sedetik, dua detik, semenit merambat satu jam.
Alana belum juga datang.satu jam, dua jam, tiga jam. Alana belum juga hadir melegakan penantianku.
Gerimis mulai turun menemani malam yang semakin menua.
Sudah lima jam aku menunggu di bangku taman ini.
Sendiri.Akhirnya aku berdiri.
Berjalan menerobos gerimis.
Meninggalkan kosong, menuju pasti.Walau malam gerimis...
Seseorang tiba-tiba menepuk pundakku pelan.
“Mari kita pulang. Biarkan dia istirahat dengan tenang”.
Aku menoleh, lalu mengangguk.
“Bukan
hanya kamu yang merasa kehilangan. Tapi, sudahlah. Dia telah memilih
jalannya sendiri,” ujar ayah Alana sambil tetap memegangi pundakku.
Aku berdiri, kemudian mengiringinya meninggalkan pekuburan tempat Alana baru saja ditanam.
Belum
genap lima meter berjalan memunggungi kuburan, aku sudah diburu rindu.
Kusempatkan lagi menengok gundukan tanah basah tempatnya menjalani tidur
panjang tanpa mimpi.
Tiba-tiba saja aroma kamboja meruap. Lembut.
Dalam
sedetik seluruh pekuburan menjelma putih kapas.Aku tergeragap. Ah,
malaikat memang tak pernah mau hadir terlambat. Ia selalu datang dan
beruluk salam pada penghuni baru, tepat setelah langkah ketujuh pelayat
terakhir meninggalkan makam
-----------------------------------------------
Daun-daun akasia yang berwarna kuning banyak berjatuhan.
Ia seolah mengabarkan kelelahan bertahan menghadapi kemarau yang membakar dan tak putus-putus.
Senja ini aku duduk sendiri di bangku taman akasia.
Satu demi satu kubuka tiap lembar halaman buku harian Alana.
“Sebelum
masuk rumah sakit jiwa Alana tak sekecap pun mau berbicara. Dia hanya
menulis. Rupanya ada banyak hal yang ingin disampaikannya kepadamu.
Ambillah! Kamu lebih berhak untuk menyimpannya,” ujar mama Alana ketika
aku mampir ke rumahnya seusai pemakaman.
Membaca buku harian Alana membuat kesedihan tumpah ruah.
7 Desember 2004 (malam jahanam)
Tuhaaaaan!!!!!!
Takdir macam apa ini?????KAU biarkan bajingan bajingan itu
mengobrak-abrik kehormatanku, menindas kemanusiaanku. Apa salahku?????
Bukankah KAU yang berkehendak menjadikanku perempuan???? Kenapa KAU
relakan orang-orang itu melecehkan martabat yang sudah kujunjung
tinggi-tinggi???? Aku benci KAU Tuhan. Aku benci Tuhan yang telah
membiarkanku diperkosa.
30 Desember 2004
Lihat,
lihatlah...aku mual-mual tanpa ampun. Jangan...Jangan sampai aku hamil
oleh benih para jahanam itu. Tolong Tuhan, sekali ini saja dengar dan
kabulkan permintaanku!
31 Desember 2004
Fucking Pregnant...!!!!!!!!!!
1 Januari 2005
Resolusi awal tahun: Bunuh Diri
7 Januari 2005
Menatap
mata teduhmu sore tadi membuatku luluh lantak. Mengingat caramu
merayuku berbicara seperti menahan rasa perih sebab tertikam tepat di
ulu hati. Aku mencintaimu. Sebab itu kalimatku tak pernah sampai. Aku
tak pernah tega mengabarimu yang sebenarnya. Aku ingin kau membenciku.
Karena itu bisa mengeruk perasaan bersalahku yang bergunung-gunung
kepadamu. Aku ingin kau membenciku, seperti aku membenci takdir yang
berjalan buruk.
8 Januari 2005
Aku masih mencintai gerimis, dan membenci badai.
13 Januari 2005
Virginia
Wolf membunuh dirinya sendiri dengan mencebur ke dalam sungai. Hitler
tewas setelah menembak kepala sendiri di lubang persembunyiannya. Cak
Sakib tetangga sebelah rumah mati dikeroyok massa karena dituduh dukun
santet. Ustadz Rojil mengembuskan penghujung nafasnya saat sujud salat
di musala rumahnya. Adakah bedanya bagiku? Tidak ada! Kematian
sesungguhnya peristiwa biasa. Kecuali ia menimpa orang-orang dekat kita.
18 Januari 2005
Janin dalam rahimku tumbuh bersama kebencianku pada hidup.
21 April 2005 (Saat aku ragu apa gunanya menjadi perempuan)
Ini
hari kartini. Sudah seminggu aku tergolek di rumah sakit, Mama
memergoki dan menggagalkan usahaku bunuh diri. Aku tetap hidup, tapi
janinku mati.
18 Agustus 2005
Lucu. orang-orang
menganggapku mulai gila. Padahal, sungguh aku tidak apa-apa. Aku hanya
muak pada garis dunia yang tidak berpihak kepadaku.
19 Maret 2007
Dear Ma.Li.K.
Tiba-tiba
aku kangen kamu. Aku ingin menangis tapi tak bisa. Mungkin juga sudah
tak perlu. Aku ingin kita bertemu di taman yang dulu,tapi tak bisa.
Mungkin juga sudah tak perlu. Tahukah kau betapa sakitnya terpuruk pada
keinginan yang tak sampai. Aku menyintaimu lebih dari sekedar yang bisa
aku lakukan.
Alana.
21 Mei 2008
Hari ini aku masuk
rumah sakit jiwa. Bukankah itu artinya aku sudah benar-benar gila??!!!
Hahahahaha. Sungguh aneh orang-orang itu. Kamu percaya bahwa aku tidak
gila kan?
28 Oktober 2008
Bisa jadi cinta memang buta, tapi kita tidak. Aku ingin memilihmu menjadi pengantinku di surga nanti. Kamu mau?
1 November 2008
Hari ini aku ulang tahun. Sejak pagi tadi aku sudah mandi.
Perawat rumah sakit memujiku cantik.
Iya, aku memang sengaja berdandan paling cantik hari ini.
Bukan untuk meniup lilin ulang tahun, tapi untuk pulang menuju Tuhan.
Dua
hari lalu aku sudah berhasil mendapatkan arsenik yang kupesan pada
tukang es cendol yang biasa mangkal di luar zaal rumah sakit jiwa.
Aku yakin racun itu akan menjadi menara Babel yang undakannya bisa mengantarku ke surga.Dunia, selamat tinggal.
Kututup buku harian Alana. Kurapalkan doa buatnya.
Lalu, kutinggalkan bangku taman akasia bersama gerimis yang tiba-tiba datang bersama semerbak kamboja.
Selamat sore Alana...