Surat cinta untuk tuan #Rindu Aletha

                                                                                                              Yogyakarta.23 Maret 2014.

Kepada pemilik rindu di kepalaku

Sampai hari ini aku masih tak tahu apa yang hendak kusampaikan untuk membalas suratmu. Mungkin kau benar, bahwa hatimu jauh lebih indah daripada surat yang kau tuliskan. Tapi ketahuilah, aku telah lama mendekap hatimu, saat masa sekolah kita dulu, jauh sebelum kau menyadarinya. Aku suka terjebak di dalamnya, mendengar detak jantungmu berdegup pelan hingga akhirnya terdengar namaku di antaranya.

Tenanglah, tuan,, saat pertemuan sudah dekat. Tak lama lagi kita akan melompati waktu dan memotong jarak, melipat-lipat sepi dan menyimpannya ke dalam lemari. Jangan racuni kehangatan kita dengan godaan dunia maya. Selalunya kita begini, menikmati guritan pena dari masing-masing kita, bukan huruf-huruf mati tak berarti dari tuts-tuts alat komunikasi. Biarkan rindu kita saling mengenal kembali setelah lama meraba dan merasa. Sedang hati, ia akan menemukan rumahnya kembali.

Tentang beribu warna yang tenggelam di kelopak mataku, pun melekat di punggungmu, ialah rindu yang melukis kamu aku dalam satu waktu. Mungkin tak terbaca, mungkin tak kentara, tapi perlahan-lahan ia menuliskan cerita tentang bocah-bocah yang berlarian di sekitar pekarangan rumah kita.

Syahadatmu,, akan kusatukan dengan syahadatku. Biar ia menyatu dalam lafaz doa yang kulantunkan saat bermunajat kepada Pemilik Raga. Semoga keabadian yang tak pernah ada akan menjadi nyata.

Aku mencintaimu, selalu.
Waktu yang kau pinta kedatangannya.