Tidak berarti "iya.




Malam ini malam minggu,,, wajar saja jika diluar terlihat sangat ramai. Meski hujan yang turun lumayan deras, tapi tak mengurungkan niat para pasangan sejoli untuk menikmati satnite. "Malam minggu dengan berteman hujan itu Romantis" gumam mereka.

Aku tidak sedang menikmati malam minggu, saturday night, daily nigth, malam kasmaran, atau apalah sebutannya. Bagiku, setiap malam itu sama. Hanya malam jum'at yang berbeda. Untuk keyakinanku, malam jum'at dan hari jum'at itu adalah hari yang penuh berkah. Bahkan, mereka yang sudah meninggalpun masih bisa menikmati berkah jum'at.

Malam ini, aku menunaikan janji bertemu seseorang. Seseorang yang membuat hari-hariku yang dulu penuh warna, berubah hitam pekat. Dulu, aku pernah berada difase bahagia dan jatuh cinta setengah mati, sebelum semuanya menjadi terbalik.

****

Aku menunggunya,, sudah hampir setengah jam dari janji bertemu itu.
Harusnya aku bisa dengan tegas menolaknya, atau mengabaikan janji yang tidak bisa kupenuhi.
Tapi, aku hanya ingin kejelasan. Penjelasan atas luka yang pernah aku nikmati sendiri. Kejelasan atas lukisan pilu yang digambar dengan tanpa nurani.

Pria ini, (yang tengah ku nanti siluet tubuhnya) pernah berjanji memberikan sepotong senja untukku diwaktu cucu kami telah dewasa.
Pria ini, (yang senyum anehnya amat kurindu beberapa tahun ini) pernah mengenalkanku pada pengemis kecil yang luar biasa (mungkin akan ku ceritakan lain kali)
Pria ini, (yang memiliki suara bariton) pernah mengajakku mendaki puncak Himalaya (lewat imajinasi, tentunya)

Ahh,, andai saja kalian tahu. Dia pria yang memiliki peran yang luar biasa (Dulu).

Hanya dia, yang berani mengajakku berkencan. Pertama kali. Mengingat ayahku begitu Protektif, butuh adu argumen berjam-jam agar izin pergi itu didapat. Dan, ah tuhan,,, hanya dia yang bisa meluluhkan senyum garang ayahku. Dengan suara khas jawa, ia meyakinkan ayahku. "Om bisa percaya pada saya,, Nina akan baik-baik saja bersama saya.". Kalian tahu respon ayahku? Beliau malah tertawa, dan menepuk pundak laki-laki itu.
Itulah kencan pertamaku. Dari dua puluh tiga tahun yang sudah kujalani, itu malam minggu pertama aku merasa sangat bahagia. Yang biasa hanya bisa menikmati bintang gemintang lewat senyum jendela, kini aku bisa menikmati langsung. Berdiri lepas, diatas butiran halus dipinggir pantai.

Malam itu, ia menggodaku. Menghujamkan jutaan kata gombal yang membuat pipiku memanas. Aku hanya bisa mengatupkan bibir dengan semua tingkahnya. Bukan karna bosan, tapi karna aku begitu bahagia. Jantungku terasa akan meletus.

Malam itu, ia membisikkan kata rindu berulang kali.
Tapi, dia adalah pria yang sangat menjunjung tinggi kehormatan dan keyakinan. Ia tak pernah sekalipun merangkul apa lagi berbuat yang tidak-tidak. Sungguh lelaki idaman.

Malam itu, ia mengajakku pergi ke Kapuas (masih lewat imajinasi). Ia mengajakku naik sepit (alat transportasi sejenis speedboat yang hanya menggunakan mesin motor penggerak). Diatas sepit khayalan itu, ia melantunkan tembang lawas. "Mengapa kau termenung, oh adik berhati bingung"-Saroja. Lagi-lagi aku hanya gelagapan. Dia mampu membuatku melambung sangat tinggi. Membuatku merasa begitu sempurna.

****

Hari itu,,,
Ia tiba-tiba menhilang, tanpa kabar, tak berkabar.
Ponselnya selalu diluar jangkauan, non-aktif. Berhari-hari, Berminggu-minggu, Berbulan-bulan.
Satu tahun pertama,, aku hanya menghabiskan waktu didepan jendela. Menikmati panas, hujan, badai.
Kuliahku berantakan, kehidupanku buram. Ayah hanya mampu menatap prihatin sambil sesekali mengusap kepalaku lembut. Ibu lebih tersayat, hampir setiap hari ia meneteskan air mata. Fisikku hampir tak lagi dikenali. Bobotku berkurang, berkilo-kilo. Benar-benar tahun yang melelahkan.

Tahun kedua,,,
Semua membaik, aku mulai membuka diri. Mulai melanjutkan study-ku yang tertinggal, mulai bekerja dan beraktivitas seperti biasa. Semua sudah hampir menjadi normal.

*****

Semalam, dia mengirimkan Email. Meminta bertemu ditempat ini. Salah satu cafe diLitlle Netherland. Cafe hangat inilah, awal pertama cerita dimulai, dan akan menjadi tempat peng-usai semua cerita.

Pukul sembilan,, hujan masih terjaga, dan dia belum datang.
Akankah dia datang? Entahlah,,, yang jelas, aku sudah siap dengan semua yang akan terjadi. Bahkan jika dia tidak datang sekalipun, aku akan tetap pulang dengan tersenyum, menikmati hujan malam ini lebih dari membahagiakan.