Kau memilih mematikan matahari.

Kudapati lenganku sedang memeluk bayang kosong,
entah siapa,
lalu kudengar telepon berdering di kepala; bunyi bising yang asing.
Sudah sejak lama rindu tak pernah bertamu.
Jarak seakan enggan mendekat, waktu berputar semaunya.
Dan aku mulai lupa bagaimana rupa wajahmu.
Aku sibuk merangkai puzzle;
menelusuri labirin di matamu yang gelap gulita.
Kunikmati setiap jalan buntu yang membuatku tersesat.
Selalu.
Kita mulai kehilangan cahaya senja.
Tidak, bukan kita.
Aku.
Kau memilih mematikan matahari, lalu pergi.
Bahkan lengkung bulan sabit di bibirmu sudah lama berlalu.
Kau menyimpannya di dalam saku kemejamu,
agar sewaktu-waktu bisa kau kenakan lagi;
bila tak ada aku.
Lalu, milik siapa siluet gadis luka yang tergantung di dinding kamarku?
Setiap malam ia mencoreti ingatanku,
mengaburkan semua tentang kamu.
Kadang aku melihat sosok sang pecinta yang buta;
berjalan mondar mandir di dalam kepala sambil memeluk buku dan menggenggam kenangan.
Kasihan,
ia tak tahu jalan pulang. 
-Ghege