Untuk perempuan yang sedang dalam pelukan.


Rinai hujan kian menderas,, gadis itu makin mempererat pelukan pada tas ransel yang dibawanya. Selepas dari kantor, iya mampir ke sebuah warung sate madura kemudian menunggu bus ditempat biasa. Halte bus malam ini sepi, hanya ada dia dan beberapa wanita seumuran dengannya menunggu angkutan umum yang tak kunjung datang, mungkin baru pulang kerja, rekanya. 
Malam kian mendesah, hujan makin menjadi, belum juga ada tanda-tanda akan berhenti. Gadis itu mengeluarkan ponsel butut dari saku celana kerjanya, menekan nomor yang sudah dihafal. 
"Tuuttt""Tuuuttttt" nada sambung yang terdengar sumbang. 
"Halo" sahutan dari seberang. 
"Kamu dimana jun? Aku terjebak hujan, ga bisa pulang". 
"Aku masih di kantor. Kamu dimana?" 
"Aku diperempatan jalan Atmo, dihalte. Nungguin bus ga lewat-lewat. Mana udah larut banget". Jawabnya. 
"Ya sudah, kamu tunggu aku. Lima belas menit lagi aku kesana". 
"Oke, aku tunggu ya jun. Awas kalo kamu bohong." Ancamnya sambil tertawa. 
"Siap bos". 
Ditutupnya panggilan itu.. 

Hujan makin merinai. Jalanan di perempatan kota itu makin dingin. Air hujan sudah seperti akan menenggelamkan seisi kota. Mobil sedan hitam melaju kencang menyusuri jalanan, membuat genangan air pun buncah mengenai beberapa pengendara motor yang sontak berteriak kesal. 
Diujung sana, gadis itu melihat sosok yang dulu sangat ia kenali secara mendalam. 

**** 


"Jadi kita sampai disini ?" 
Tanyaku lagi untuk memastikan. 

"Ya, aku sudah memilih, dan orang itu bukan kamu.". 
Jawabnya singkat,dadaku sesak. 

"Kenapa?!" Aku masih bertanya, dengan tangis yang ditahan ditenggorokan, perih. 

"Karena aku lebih dulu mengenalnya dan kamu tidak lebih baik dari dia". Jawabnya seadanya, sedapatnya. 

"Tapi, aku sayang sama kamu. maksudku, apa kamu memikirkan perasaan ku?" Ucapku tertunduk, nafasku sesak. 

"Untuk apa memikirkan perasaan seseorang yang baru berkenalan denganku? Ah, kamu ini terlalu idiot buat berbicara tentang cinta. Kita cuma saling tertarik dan terbawa situasi, itu aja kok. Kamu yang membuat semuanya bermasalah!" Bentaknya, aku terdiam. 

"Aku selalu gagal untuk mengerti kamu dan aku selalu sulit untuk mengetahui jalan pikiranmu, tapi apa kamu sadar bahwa aku masih berusaha untuk sepadan denganmu?" 
Dengan tatapan gusar dia berjalan ke arahku, tiba tiba saja lengannya sudah berada dipundakku. pelukan yang sama dari lengan yang sama. 
"Jangan kamu kira aku tidak terluka, sebenarnya aku sudah mencintaimu dengan susah payah, nyatanya aku juga terluka, tapi aku harus memilih, dear. jangan kira aku akan mudah melupakanmu". 
Bahuku basah oleh air matanya.aku sama sepertinya,rapuh dan lemah. Tapi kami tetap bertahan untuk terlihat tegar dan kuat. 
"Kau tahu? aku juga berjuang walau penuh luka, hanya untuk mencintaimu, kurelakan waktuku, kubiarkan hatiku menyimpan perihnya.". 
Perlahan ia lepaskan pelukannya,lalu dia menyorot mataku dalam-dalam. "aku tahu, sayang. Walau kita belum lama berkenalan, kita banyak kesamaan. Ada diriku didalam dirimu, ada dirimu didalam diriku. Sebenarnya, aku tak mau ada air mata, sungguh. Aku benci menangis karena dari dulu orang tuaku mengajarkanku untuk tetap kuat." 

"Jadi, kamu tak akan mungkin kembali?" Tanyaku kebas. 

"Mungkin, kalau kita bejodoh. Pasti tuhan mengizinkan kita bertemu lagi. Kalau aku tak kembali, berarti kau harus temukan bahagiamu sendiri. Jatuh cintalah, pada orang lain, selain aku." Jawaban yang membuat jantungku terasa sesak. 

"Perpisahan memang selalu butuh air mata. Kembalilah kalau kau temukan jalan buntu, berbaliklah. Aku masih menunggumu,dibelakangmu." 

"Tolong, jangan tunggu aku, nanti aku tak punya rasa bebas untuk melangkah, aku takut langkahku tersendat." 

"Why do you do this to me? Why do you do this easily? 

"Setidaknya kau tau, aku mencintaimu. Jangan pernah menungguku!" 

*** 



Sepotong kenangan masa silam, tiba-tiba dengan nakal menghampiri. Gadis itu tersadar, dia sudah basah, kuyup oleh hujan. Ia tidak lagi dibangku halte, tapi di taman seberangnya. Duduk disebuah ayunan tempat dimana siluet kenangan tadi berasal. 
Digoyangkan kedua kaki nya kedalam genangan air dibawah ayunan setinggi pohon Palm itu. Sudah lebih satu tahun, tapi sepenggal kenangan itu bagai paku. Menancap kuat pada dinding otaknya. 
Kembali, gadis itu memejamkan mata. Mencoba menikmati bulir-bulir bening itu jatuh diatas kepalanya. Malam kian larut, dan ia tak merasa takut. 
Sekelebatan bayangan kenang itu, kembali ingin menyelusup dan sedetik kemudian sepasang lengan kokoh sudah melingkar pada punggung gadis itu, menawarkan kehangatan dan rasa aman. 

"Kamu tahu,, Hidup itu hanya sesederhana Mati. Kita hanya dihadapkan pada Pilihan, Sebab dan Akibat". Pemilik suara bariton itu membuka pembicaraan, dengan alunan irama hujan. 
"Kita diberikan segumpal daging di dalam dada untuk menyaring dan memilah-milah. Di dalamnya ada banyak rasa. Entah itu amarah, kecewa, luka, rindu, jatuh cinta dan masih banyak lagi". 
"Saat itu,,, kamu di berikan pilihan untuk bertahan pada rasa sakit yang akan memberikan sedikit kebahagian pada seseorang dimasa depan" 
"Takdirmu adalah untuk mengenalnya, kemudian merasakan sesak yang teramat, sayang. Tapi, takdir selalu bisa diubah dengan kebaikan. Sekarang, ingatlah. Berapa banyak kebaikan yang sudah kamu lakukan semenjak hari itu? Dan lihatlah, takdir sudah menjawab semua pertanyaanmu bukan? Apa Tuhan tidak adil? Apa Tuhan bersalah karena menuntunmu mengenalnya?" 
"Sayang,,, berkat kebaikan yang selalu kamu lakukanlah kita akhirnya bertemu. Diposko bencana banjir beberapa bulan lalu. Itulah jawaban atas apa yang kamu pertanyakan." 

Gadis itu beringsut,,, mencoba membuka kedua mata, menggenggam erat sepasang lengan itu. 
"Dingin,," ucap gadis itu. Pria disisinya tersenyum. 
"Tentu saja sayang,, kamu sudah hampir dua jam kehujanan, aku hampir saja membuat laporan tentang gadis yang hilang di kantor polisi,"..candanya. Tertawa. 
"Jangan jadi masa lalu, jangan jadi kenangan, aku menginginkanmu dimasa depan". Ucap gadis itu lirih, merapatkan tubuhnya. 
Pria pemilik suara bariton itu tersenyum mengangguk. 
"Aku akan selalu,,, sayang. Kita akan selalu,,,". Ucap pria itu mantap. 
Gadis dalam pelukannya tersenyum. 
"Mari kita pulang,, sate madura pesanan ibu pasti sudah berjamur sekarang". 
Gadis itu mengangkat bungkusan yang ada disebelah ayunan. Pria itu tertawa 
****