Pemilik rindu di kepalaku,
Apa kau pernah merasa bosan? Kadang senyuman jarak yang membentang
terasa begitu menikam. Atau bayangan hanyalah alasan kita untuk
melarikan diri? Entahlah. Aku berharap bahwa segala prasangka hanyalah
mimpi buruk, yang akan selesai dan menghilang saat kita membuka mata.
Cinta itu perjalanan, ina. Kematian bukan pengkhianatan.
Mungkin itu ialah cara Tuhan mengekalkan cinta agar setia tetap terjaga.
Tapi apa kau pernah berpikir bahwa segalanya tak akan sama bila “kita”
itu bukan kau dan aku? Dan aku tak mau membayangkan itu.
Kadang aku kehabisan kata-kata untuk membalas suratmu, inanumuwu.
Karena segala kecemasan telah kuutarakan padamu lewat angin yang
melintas di sekitarku. Aku yakin, kau sudah mendengar ceritanya dari
kepak sayap burung gereja. Dan ruam langit yang jatuh membasahi ingatan
selalu menjawab semuanya. Rindu itu masih dan selalu kamu.
Mungkin, terkadang kita saling memunggung sejenak, mengusap peluh di
dahi, lalu berbalik dan tersenyum lagi. Tak apa, Ina, karena
selalu ada lelah dan jeda dalam cinta. Beristirahatlah lalu kembali,
melanjutkan perjalanan menuju akhir tujuan.
Biarkan kita terus mengukir senyuman di jalan kita, pemilik rindu di
kepalaku. Meski tersendat dan terjungkal. Pelihara percaya yang
kutitipkan padamu, lalu kita berjumpa di penghulu.
Peluk cium dariku,
Yang beterbangan di tiap sudut hatimu
Balasan surat dari Ina karisda putri
Untuk diikutsertakan dalam project PenaKreasiRamadhan dari oleh Oestra KPM