Surat kedua



Selamat malam pemilik rindu di kepalaku,,


Aku tadi sempat bingung membaca pesanmu,,
Entah apa yang terjadi, kau sedikit berbeda ina.
Ah,, mungkin kesalahanku belum juga termaafkan. Tapi, tak apa ina. Aku bisa mengerti.
Kau tau, secara tak sadar aku selalu menemukan keteduhan pada matamu. Kau tau, aku selalu betah berlama-lama disana. Menyelami tiap inci gerakannya.
Jangan tertawa ina,, aku tidak sedang membual, apa lagi gombal. Gombal? positif, aku tak tau..

Tapi, bolehkah aku merayu? Lagi?
Rinduku ingin menyampaikan sajak. Dan semoga, hatimu yang sekarang batu, mulai melunak. 


Serupa aku yang menatapmu diam dalam senja; ketika lelangkah mereka disambutmu bahagia, terlintas tanya — bagaimana bisa aku yang bulir mampu memelukmu dalam damba?
Dan jika segala rasa dalam aku dapat dilabuh padamu, dermaga, akan ku lakukan, dengan bersegera.
Ada cengkrama yang dilakukan hujan pada rindu yang menguap di keringnya tanah kemarau — tanpa suara.  Hujan yang, kadang-terkadang buta akan aksara dan tak bisa mengeja bahkan satu kata. Menyatakan di dalamnya, bahwa kini; bisu serupa mahkota raja yang berharga.
Dan akhirnya muncul tanya. Bahwa; mengapa pelangi tak segera mengangkasa? Pun, diketahui ujung pangkalnya?

 Inanumuwu, semoga kau paham apa maksud suratku kali ini. semoga saja..

Salam.
Pemilik rindu dikepalamu.


Untuk diikutsertakan dalam project MemoriAkhirTahun dari oleh  KPM