Sore yang layak kau lupakan.







Satu senja pernah kita habiskan dengan diam dan keadaan yang semakin mendingin.
Sepasang kupu-kupu dengan sayap tua menguning, terbang menggiring kata bosan yang keluar dari bibirmu. Gerimis sore itu seperti jutaan tombak yang ingin menikam segala yang lelah di kepalaku.
Hening membatu, tanpa satu pun suara yang berniat melenturkan lidah kita.
Untuk mengelabuhi kecewa, di atas selembar roti aku melukis setangkai mawar dengan mentega. Kuletakkan tepat di sebelah teh wangi melati yang kau pesan dengan hati benci dan segala yang menyakiti.

Sore ini, sekeping kegagalan telah tersaji pekat di atas meja pertengkaran. 

Dimasak di sebuah dapur yang menyeruakkan wangi bunga-bunga setelah kau mengenal dia.
Petir di luar menyerupai suara tawa mereka yang di depannya dulu, aku pernah membanggakanmu.
Sepertinya kita butuh senja lain untuk mengumpulkan percakapan.

Satu sore saja, aku rasa tak akan cukup untuk menampung perbincangan kita yang semakin tajam dan mulai gemar saling melukai. 

Aku menyadari bahwa kita hanyalah sepasang permohonan yang tak pernah selesai di hadapan doa.
Sebelum kau dan aku benar-benar paham, pertemuan adalah perintah takdir untuk kita menjaga, lalu saling tabah melepaskan. 

Kelak, silam juga akan mengajak kita untuk saling memunggungi. 
Tanpa perlu mengingat lagi, kedua dada kita pernah saling berjanji untuk mengingat sehidup hingga mati.

Ternyata benar apa yang dulu pernah aku takutkan,
terutama perihal mencintai, melepaskan memang butuh rasa sakit yang lebih.

Kelak, kita akan menjadi cuplikan peristiwa yang tak ingin dilanjutkan pertemuan lainnya.
Menggantung di antara usai atau belum selesai.
Mengambang di antara tetap bertahan atau harus rela melepaskan.
Tapi mungkin itu nanti, setelah aku memiliki kebesaran hati
Sebab kesedihan kerap datang mendahului perkiraan, aku pun bersiap diri untuk
menjadi bagian dari sekian hal yang layak kaulupakan.




Tulisan ini tak hanya berupa angin, yang membawa kabut senyum menuju bening laut air. 
Berbahagialah, rebahkan kekaguman itu di dadanya. 
Jangan lupa satu hal; datanglah kembali ke sini, jika kau butuh sesuatu yang bisa kau lukai. 




Diikutsertakan dalam lomba menulis #Kpm.