"Kenapa kamu berubah ??" Tanyaku perlahan,masih menahan langkahnya.
"Aku tidak pernah berubah,kamu yang berubah.egois !!" Jawabnya begitu saja,ringan. Seakan-akan dia tak menggunakan otaknya untuk memikirkan ucapannya.
"Kamu tahu kan kalo aku masih sayang sama kamu ?" Aku masih terus bertanya,aku ingin kepastian.
"Masa bodoh kamu sayang sama aku ! Aku ga perduli !! Aku bosan dengan tingkahmu yang selalu berlebihan itu. Kamu selalu menempatkan dirimu sebagai yang utama,kau kira kau paling sempurna ??! Pikirkan caramu,BODOHH !!!!" Dia menghempaskan tanganku,aku terdiam.
Aku hanya menatapnya,tapi dia memalingkan wajahnya. " Kenapa harus aku ?! Kenapa selalu aku yang kamu sakiti ?!?" Air mata tulus mengalir perlahan,menggenang dipelupuk mata,terjun bebas dipipi. Aku benci kondisi seperti ini. Aku benci ketika tiba-tiba saja aku menangis meskipun aku telah berusaha untuk tetap terlihat kuat.
Dia menatapku dengan getir,tergesa-gesa merogoh isi tasnya,selembar tisue kini ada ditangannya. "Aku hanya ingin melindungi perasaanmu,aku tahu aku bukan yang terbaik,aku tahu kau pernah disakiti mantanmu dengan begitu dalam. Aku bukan sosok yang konsisten. Mereka yang lebih dulu kau kenal jauh lebih konsisten dari pada aku. Kenapa kau masih menahanku ??"
Isak tangis yang kutahan tetap tak mau kompromi pada keadaan. "Kemarin,aku berkata seperti itu karena kamu meracau terus. Aku benci dengan orang yang selalu marah-marah dengan alasan yang tak jelas,terlalu childish! Aku marah sama kamu karena aku sayang sama kamu."
"Lalu ? Kau mau apa ? Harusnya kamu menyesal karena telah memilih aku ! Kalau kau tau ada wanita-wanita yang konsisten,yang jauh lebih baik dari pada aku,kejarlah! Biarkan aku pergi.!" Ucapnya dengan nada tinggi sambil sesekali menatap kekasih barunya dengan wajah khawatir.
Aku semakin frustasi dibuatnya,sosok munafik memang selalu pandai memutar-mutar masalah hingga tak jelas lagi inti dari masalah tersebut. Aku menatapnya geram,dengan cepat kuulurkan tanganku,kuraih tubuhnya,kini dia rasakan tanganku menghangatkan tubuhnya. "Salahku yang terlalu cepat mengambil keputusan.salahku yang mengenalmu dengan begitu instan. Menyatakan cinta dengan begitu cepat,padahal kita belum saling mengenal,belum saling tahu. Tapi,mengapa kamu bisa begitu menyakitiku ? Apakah yang instan selalu membawa kesedihan ?"
Dia memang tak membalas pelukkanku,tapi dia mematung. Aku tahu dia turut larut dalam hangatnya suasana kali itu. Hanya pada saat itulah kami bisa berbicara dengan begitu dekat,dengan pelukan lekat. "Kalau sudah seperti ini,siapa yang pantas disalahkan ? Tuhan ? Ahh,, kau juga tau Tuhan memang punya wewenang tertinggi dalam hidupmu dan hidupku,tak pantas kalau aku dan kamu menyalahkan dia. Cintamu dan cintaku terlalu buta,kita membiarkan diri kita sendiri tertabrak oleh dengan brutalnya. Lalu,cinta berwujud menjadi sesuatu yang dia sukka dan kita terjebak.kalau sudah seperti ini,bagaimana mau terlepas dari jeratnya ??"
Sialan! Seseorang yang awalnya kuanggap seperti anak kecil ini ternyata mampu membuatku menangis untuk kedua kalinya. "Tapi sebodoh-bodohnya cinta,setolol-tololnya cinta dia tetap terasa nyaman kan ?"
"Iya,nyaman sekali.disatu sisi aku memang merasa senang berada didekatmu,disisi lain aku tak mampu mengimbangi kesempurnaanmu. Ini jalan terbaikkan ?? Tidak membiarkan diriku dan dirimu tersiksa dalam suatu hubungan. Aku tau,sebenarnya kaupun merasa tersiksa."
Jelasnya perlahan,kurasakan tanganyannya menyambut pelukanku,lalu dia lepaskan lagi. Takutkah dia pada kekasih barunya ?
Aku menarik nafas panjang,menenangkan diri,sesakit inikah perpisahan ? Aku pasti akan sangat merindukannya. "Berjanjilah padaku kau akan bahagia bersama pilihanmu,meskipun bahagiamu tak lagi membutuhkan sosokku. Percuma mengharapkan dirimu yang dulu kembali,dirimu berubah menjadi seseorang yang tak lagi aku kenal. Aku memang bukan pilihan".
"Kamu yang memaksaku berubah".
"Jadi sampai disini ?"
"Ya sampai disini,"
"Kau tidak mau merasakan semur daging buatanku ?"
"Tidak,lain kali mungkin."
"Aku akan merindukanmu".
"Begitu juga aku"
"Pergilah !!"
"Jaga dirimu baik-baik" desahnya perlahan,kubiarkan dia lepas dari pelukanku. Dia melenggang santai menuju seseorang disudut sana yang sejak tadi menunggunya. Dia menciumnya dengan begitu mesranya,semesra kala dia menciumku. Dia menggandeng dengan begitu hangatnya,sehangat dia menggandeng tanganku,dulu.
Sementara aku masih mematung menatap kepergiannya,punggungnya telah berlalu,tangisku belum juga reda. Perpisahan terkadang memang butuh air mata.
Ghege ̸̸̸̨̨Ϟ•̸Ϟ•̸ ̐.̷̐͡
Suatu malam dikotaku,,,
Kita pernah sepakat untuk tak satukan rasa. Untuk membiarkan semuanya termakan waktu, lalu terlupakan oleh jarak yang terbentang. Aku dan kamu pernah berjanji,agar tak membawa segala rasa dan persepsi ke arah yang lebih serius.
Kita bertahan,terus bertahan. Namun semua diluar dugaan. Sesuatu yang telah kita tolak kehadirannya,memilih untuk menampakkan diri. Lalu aku dan kamu semakin mencoba untuk tak perduli, dan bertahan untuk merawat gengsi.
Tak bisa dipungkiri,ada rindu yang diam-diam tertanam ketika ragamu tak mampu ku rengkuh,ketika suaramu tak selalu kurasakan. Kita menjalin hubungan,tak terikat,tapi timbulkan beberapa akibat. Jatuh cinta. Iya,aku dan kamu mesih berusaha memungkiri yang selama ini trjadi. Tak mau saling mengaku,dan masih ingin menyembunyikan. Aku dan kamu masih terlibat trauma,dan tak mau terburu-buru mengucap cinta.
Sekarang,ketika pengakuan sudah saling terucap,ketika rasa kita mulai menemukan penyatuan,ternyata masih ada tantangan,Jarak. Yang sulit kita lawan dan sangat sulit kita hadapi sendiri. Masih ada pertengkaran di tengah rasa rindu dan ada rasa rindu dibalik rasa angkuh dan keras kepala kita masing-masing.
Mengutip perkataanmu,"saat dekat ribut,saat jauh baru terasa kangen".
Lihatlah,kita saling mencintai. Mengasihi tapi kebingungan mencari cara untuk mengungkapkan dan mengucapkan. Kita terlalu berharap pada waktu dan juga keadaan yang diam-diam akan bocorkan yang kita rasakan.
Sampai sekarang,tak ada status yang benar-benar jelas. Kadang,kita menjauh dan kadang juga saling berdekatan. Kita seperti gedung-gedung tinggi dikota metropolitan,saling berhadapan tapi enggan untuk bersentuhan.
Kita terlalu sering dijauhkan jarak,terlalu sering memperdebatkan hal sepeple,tapi rindu masih memegang kendali.
Aku dan kamu belum benar-benar melupakan.
Ghege ̸̸̸̨̨Ϟ•̸Ϟ•̸ ̐.̷̐͡
Embun. Aku memanggilnya embun. Titik – titik air yg jatuh dari langit di malam hari dan berada di atas dedaunan hijau yang membuatku damai berada di taman ini, seperti damai nya hatiku saat berada disamping wanita yang sangat aku kagumi, embun.
“ngapain diam di situ, ayo sini rei…” teriakan embun yang memecahkan lamunanku. Aku lalu menghampirinya, dan tersenyum manis dihadapan nya.
“gimana kabarmu embun?”
“seperti yang kamu lihat, tak ada kemajuan. Obat hanyalah media yang bertujuan memperparah keadaanku. Dan lihat saja saat ini, aku masih terbaring lemah dirumah sakit kan?”, Keluhnya.
“obat bukan memperparah keadaanmu, tapi mencegah rasa sakitnya. Embun,, kamu harus optimis ya”.
“hei rei, aku selalu optimis. Kamu nya aja yang cengeng. Kalo jenguk aku pasti kamu mau nangis,, iya kan? Udahlah rei,,, aku udah terima semua yang di takdirkan Tuhan,, dan saatnya aku untuk menjalaninya, kamu jgn khawatir, aku baik-baik aja kok”. Benar kata embun, aku selalu ingin menangis ketika melihat keadaannya. Lelaki setegar apapun, pasti akan sedih melihat keadaannya, termasuk aku.
***
Sudah 2 minggu tak kutemui senyum embun di sekolah. Sangat sepi yang aku rasakan. Orang yang aku cintai sedang bertaruh nyawa melawan kanker otak yang telah merusak sebagian hidupnya. Apa? Cinta? Apakah benar aku mencintainya??? Entahlah,, aku hanya merasakan sakit di saat melihat dia seperti ini. ya Tuhan, izinkan aku menggantikan posisinya. Aku tak ingin melihat wanita yang aku sayangi terbaring lemah di sana. Tolong izinkan aku.
Seperti biasa, aku menyempatkan diri setelah pulang sekolah untuk pergi menjenguk embun di rumah sakit.
“hai embun,, bagaimana kabarmu?”
“sudah merasa lebih baik di bandingkan hari kemarin. Gimana keadaan sekolah kita?”
“baik juga. Cuma… ada sedikit keganjalan.”
“keganjalan apa rei?”
“karena di sana tak kutemukan senyummu embun….”
“ada ada aja kamu rei,,, hahaha. O iya, kata dokter, besok aku udah di izinin pulang lho. Aku senang banget. Kamu bisa kan jemput aku di sini”.
“apa? Serius?” tanyaku kaget dan senang juga.
“sejak kapan aku bisa bohong sama kamu. Aku serius reivan algibran. Hehehhe”.
“gak perlu sebut nama lengkapku embun azzula,, aku percaya kok”. Senang sekali bisa melihat senyum dan tawamu embun,,, bathinku.
***
Waktu terasa cepat berlalu, karena sekarang aku sudah berada tepat di depan pintu kamar embun. Aku mengetuknya dan…” pagi embun,,”
“pagi juga reivan,, gimana, kamu dah siapkan antar aku kemanapun aku mau…?”
“siap tuan putri,, aku selalu siap mengantarmu kemanapun engkau mau. Heheheh”
“ok,, sekarang aku pengen ke taman. Tempat kita pertama kali bertemu rei,, kamu bisa antar aku ke sana kan?”.
“siip, berangkat”.
Taman ini menjadi tempat favorit kami. Sedih, suka, marah akan kami lontarkan di tempat ini. Tempat yang penuh dengan bunga-bunga yang kami tanam dari nol. Ya, taman ini karya kami. Taman yg terletak tepat di belakang gedung sekolah. 1 petak tanah yg tak pernah tersentuh oleh tangan manusia, ntah apa alasan mereka. Tanah yg tandus, bunga yg layu telah kami sulap menjadi taman cinta yang begitu indah, yang di tumbuhi bunga2 kesukaan kami. Sejak embun di rawat di rumah sakit, aku tak pernah mengunjungi taman ini, walaupun dekat dengan sekolahku.
“rei, kenapa semua bunga di sini layu,, apakah tak pernah kamu rawat?”. Tanyanya. Apa yang harus aku jawab,, aku tau, dia pasti marah.
“mereka layu karena tak ada embun di sini”. jawabku seadanya.
“embun? Bukannya tiap pagi selalu ada embun yg membasahinya?”
“tak ada yg lebih berarti selain embun azzula bagi tanaman ini, termasuk aku”. Jelasku yg membuat dia terdiam sesaat.
“maksud kamu?”, dia menatapku dalam.
“tak ada,, mereka cuma butuh embun azzula yg merawatnya, bukan embun biasa dan aku. Mereka kesepian, karena sudah 2 minggu tak melihat senyum dan tawamu embun”.
“ya, aku menyadarinya itu. Sahabat,,, maafin embun ya,,, maaf selama ini embun gak bisa merawat sahabat serutin kemarin. Itu karena kesehatan embun yg semakin berkurang. Dulu embun bisa berdiri sendiri, sekarang embun harus menggunakan tongkat, kursi roda dan bahkan teman. Teman seperti rei, yg bisa memapah embun. Thanks y rei..”
“eh,, ii iya, iya embun, sama sama.”
Sudah seharian kami di sini,, tanpa di sadari embun terlelap di pangkuanku. Menetes airmataku ketika melihat semua perubahan fisik yg terjadi padanya. Wajahnya yg pucat, tubuhnya yg semakin kurus, dan rambutnya yg semakin menipis, membuat aku kasihan. Kenapa harus embun yg mengalaminya? Tapi aku juga salut, tak pernah ada airmata di wajahnya. Dia sangat menghargai cobaan yg diberikan Tuhan kepadanya, dia selalu tersenyum, walaupun sebenarnya aku tau, ada kesedihan dibalik senyum itu.
“rei…” desahnya
“ia embun. Kamu dah bangun ya? Kita pulang sekarang yuk,,, “ ajakku ketika dia sadar dari mimpinya.
“aku mau di sini terus rei,, kamu mau kan nemenin aku. Aku mau menunggu embun datang membasahi tubuhku. Sudah lama sekali aku tak merasakannya”.
“tapi angin malam gak baik buat kesehatan kamu”.
“aku tau, tapi untuk terakhir kali nya rei,,, pliss…”.
“maksud kamu apa? Aku gak mau dengar kalimat itu lagi”.
“gak ada maksud apa-apa,,, kita gak tau takdir kan. Dah ah,, kalo kamu gak mau nemenin aku, gak apa-apa. Aku bisa sendiri”.
“gak mungkin aku gak nemenin kamu embun,, percayalah… aku akan selalu ada untukmu”.
“ gitu dong,, itu baru sahabat aku.” Ucapnya sambil melihat bunga-bunga di sekelilingnya.
“embun…”
“ya,,,”
“kamu suka dengan embun?”
“sangat. Aku sangat menyukainya. Embun itu bening, sangat bening. Dan bening itu menyimpan sejuta kesucian. Aku ingin seperti embun, bening dan suci. Menurutmu bagaimana?”
“aku juga mencintai embun. Mencintai embun sejak mengenal embun”.
“rei, kamu tau… aku ingin seperti embun. Embun yang bisa hadir dan memberi suasana beda di pagi hari. Embun yg selalu di sambut kedatangannya oleh tumbuhan”.
“kamu sudah menjadi embun yg kamu inginkan.”
“maksudmu?”
“tak ada”.
Aku sengaja merahasiakan perasaanku terhadapnya. Karena aku tau, tak ada kata “ya” saat aku menyatakan perasaanku nanti. dia tak mau pacaran, dan dia benci seorang kekasih, ntah apa alasannya.
Jam sudah menunjukkan pukul 5 pagi. Embun pun terlelap kelelahan di sampingku.
“embun,,,, embun,,,,,, bangun embun,, sekarang sudah pagi. Katanya mau melihat embun, ayo bangun” pujukku,, tapi tak kudengarkan sahutan darinya.
“ayolah embun, bangun. Jangan terlelap terlalu lama…” aku mulai resah, apa yg terjadi. Kurasakan dingin tubuhnya, tapi aku menepis fikiran negatif ku. Mungkin saja dingin ini berasal dari embun pagi.
“embun sayang,, ayo bangun. Jangan buat aku khawatir”. Lagi lagi tak kudengarkan sahutannya. Tubuhnya pucat, dingin, kaku,,. Aku mencoba membawanya kerumah sakit dengan usahaku sendiri. Dan,,, “ kami sudah melakukan semaksimal mungkin, tapi Tuhan berkehendak lain. Embun sudah menghadap sang pencipta” itulah kata-kata dokter yg memeriksa embun yg membuat aku bagai tersambar petir. Aku lemah, jatuh, dan merasa bersalah. Kalau tak karena aku yang mengajaknya ke taman, mungkin tak kan seperti ini. Ya Tuhan, kenapa ini terjadi… aku tak sanggup.
***
Beberapa bulan kemudian….
Aku temui surat berwarna biru dan ada gambar embun di surat itu.
Teruntuk reivan alghibran
Embun…
Titik titik air bening yg jatuh dari langit
Dan membasahi kelopak bunga yg aku sukai.
Aku ingin seperti embun, yg bisa hadir di hati orang
Yg menyayanginya. Tapi aku tak menemui siapa orang itu???
Rei … makasih ya, dalam waktu terakhirku, kamu bisa menjadi embun di hatiku. Dan tak kan pernah aku lupakan itu. Rei,, maaf kalau sebenarnya aku suka sama kamu. Aku sengaja tak mengungkapkannya, karena aku tau.. sahabat lebih berharga di banding kekasih.
O ia rei,,, tolong rawat taman kita ya,, aku gak mau dia layu karena tak ada yg memperhatikannya lagi. Karena taman itu adalah tempat pertemuan kita pertama dan terakhir kalinya.
sekali lagi,, makasih dah jadi embun selama aku hidup dan tolong,, jadiin aku embun di hatimu ….
salam manis… embun azzula.
“Embun,,,kamu tau, pertama aku kenal kamu, kamu telah menjadi embun dihidupku, yang menyejukkan hatiku. Dan kamu adalah butiran bening yang selalu buat aku tersenyum, seperti embun yang selalu buatmu tersenyum.
Taman ini, bukan aku yg akan merawatnya, tapi kita. Dan taman ini tak akan pernah mati, karena kamu selalu ada di sini, di sini rumah mu.” Kalimat terakhirku ketika meletakkan setangkai bunga mawar yg aku ambil dari taman di atas pusaranya. Pusara yg terletak di tengah-tengah taman embun. Dan kunamai taman itu dengan nama EMBUN. embun.. yang tak kan pernah mati…
Ghege ̸̸̸̨̨Ϟ•̸Ϟ•̸ ̐.̷̐͡
terkadang hidup ini tidak seindah yang kita bayangkan. meski saya menumpahkan ratusan amunisi tulisan bahwa hidup ini sederhana dan indah, sejatinya hidup ini kadang berubah menyakitkan dan menimbulkan kebencian. ada harapan yg tidak tercapai, ada proses kehilangan, ada musnahnya mimpi2, terkena penzaliman, kesalahan melakukan sesuatu, dan sebagainya.
maka berkelindanlah segenap perasaan2 buruk itu. rasa sedih. rasa marah. rasa kecewa. rasa sesal. dan sebagainya... tapi sungguh, jika kita sedang mengalaminya, jangan pernah merusak diri sendiri...
jangan pernah menjatuhkan harga diri begitu rendahnya saat sedih, sesak, kebencian sedang mengungkung kepala.. kegagalan sesuatu, bercerai, atau apa saja tidak pernah menjadi alasan untuk melakukannya...
jangan pernah mengumbar emosi, murka begitu berlebihan saat rasa sabar sedang hilang, marah sedang datang apalagi sampai menyalahkan orang lain, 'membakar' semuanya... itu tdk pernah akan menyelesaikan masalah..
jangan pernah merusak diri sendiri ketika hidup sedang berbelok tajam berubah dari harapan.. jika kalian tidak punya solusi, tidak tegar, tidak sabar, atau apalah, setiap kali rasa sedih, benci, marah, dan sebagainya itu datang, cukup ingat kalimat sederhana ini, ya: jangan pernah merusak diri sendiri.
Ghege ̸̸̸̨̨Ϟ•̸Ϟ•̸ ̐.̷̐͡
Pada akhirnya aku lebih memilih untuk mengikuti hukum ikhlas, aku biarkan segala sesuatu yang akan terjadi kepada proses yang bermuarakan hasil dan Sang Pencipta. Aku tidak ingin memaksakan kehendak. Aku takut jika kuungkapkan perasaanku, gayung tidak akan bersambut. Jadi.. it goes on.. biarkan segala sesuatunya seperti begini tanpa harus kuungkapkan apa-apa. Ketika cinta diperjuangkan, hasilnya hanya ada dua: happy ending atau bad ending. Aku takut mengalami bad ending tapi aku juga takut mengalami hedenophobic. Jadi kurasa cinta tak perlu diperjuangkan. Aku takut cinta seperti alur di cerita dongeng dan novel remaja, menjual mimpi-mimpi manis, membuat pembacanya tersenyum tapi realitanya nihil. Jadi.. it goes on.. biarkan aku melewati proses panjang ini (mungkin akan sedikit bergaya dongeng atau novel remaja) ketika sukses dan tenar biar mereka datang menghampiriku, nanti tinggal kupilih mana yang terbaik untuk kujadikan belahan hidup, mana yang benar-benar tulus tanpa embel-embel brengsek atau player di belakang namanya. Sedikit mirip aku dengan karakter Summer di 500 Days of Summer, tapi aku tidak berniat untuk mengimitasikan diriku dengannya, cukup mirip kukatakan.
It goes on.. Aku sedang belajar banyak untuk menjadi penulis yang baik. Menjadi penulis adalah cita-citaku sejak dulu. Aku sadari ketika Nenek bertanya apa cita-citaku saat ulangtahun yang ke (berapa ya? entah aku lupa). Kujawab bahwa aku ingin menjadi sastrawan. Rupanya mulut punya kehendak untuk mewujudkannya di masa yang akan datang. It goes on.. jadilah sekarang aku banyak belajar tentang sastra. Aku tahu kalau aku tidak munafik, aku mengambil peran yang benar-benar kusukai. Mencintai apa yang kita lakukan adalah ibadah. Mungkin mereka yang bilang masa depanku sunyi dan tersembunyi adalah mereka yang iri, sebab mereka tidak mengambil peran yang mereka sukai (mereka tidak beribadah dengan baik). Faktor yang melatarbelakangi mereka macam-macam; dipaksa oleh orang tua mereka untuk berprofesi sama dengan orang tuanya; takut dilabeli anak miskin atau tidak berkualitas karena bukan anak dari fakultas terpandang. Kepada mereka, aku hanya memutar bola mataku dan tidak menghiraukannya, cukup saja kukatakan, "Heiii, masih ada ya sistem kasta profesi di negara ini ? MIMPI GUE NGGAK BISA DIBIKIN KASTA-KASTAAN YAA!"
It goes on.. ini semua tentang mimpi. Jadi, jangan pernah takut untuk mengambil keputusan yang menyangkut hidupmu kelak di masa yang akan datang. Entah itu masalah cinta, kuliah, atau bahkan ideologimu. Mengutip kata-kata bijak dari seniorku, beliau mengatakan bahwa, "Bukankah mimpi itu dekat dengan kenyataan? Cukup buka mata lalu melangkah." Jadi.. it goes on.. aku sedang dalam perjalanan menulis buku, menjadi orang sukses, dan memilih belahan hidup. Selamat bermimpi. It'll all get better in time :)
Ghege ̸̸̸̨̨Ϟ•̸Ϟ•̸ ̐.̷̐͡
Sabtu21:30 Wib.
Pesan singkat dari kamu.#tentu saja kau ingat.
-"Saiank,beneran jadi kan
??"
Pesan singkat yang membuatku harus
memutar otak. untuk mencari cara dengan semua kesulitan ini. Entahlah,malam itu
aku masih sedikit ragu dengan keberangkatan kekotamu. Aku masih
menimbang-nimbang dengan semua kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan kita
hadapi. Tapi,mengingat 2 tahun waktumu yang terbuang hanya untuk menunggu,bukan
masalah besar jika aku membayar semua itu. Jujur saja,aku sangat menginginkan
pertemuan kita,Sayang.
Minggu,09:35 Wib
Lagi-lagi pesan darimu.
"Saiank,aku bener-bener
kangen. cepetan nyampenya ya ({})".
Kau tau,,saat langkah awalku menuju
kesana,hanya dua pesan singkat darimu itu yang terus kubawa dan terus
menyemangatiku.
Minggu,10.15 Wib
Aku berangkat dengan semua perasaan
yang meluap-luap,dengan semua perasaan rindu yang semakin membabi-buta.jika
kamu tau bagaimana begitu semangatnya aku berangkat kekotamu,kamu pasti akan
tertawa melihat raut wajahku yang begitu bersemangat ingin tiba lebih cepat
kesana.
Selama diperjalanan,,hanya rona
senyummu yang menggantung indah di fikiranku.semua janji-janji masa
depanmu,semua mimpi-mimpi indahmu yang selalu ingin terus bersamaku. Sungguh
sayang,aku bahagia.beberapa jam lagi kita akan saling bertemu,saling melepas
rindu.
Senin.11.november 2012
Aku tiba,,,
Sore yang begitu dingin,,hujan. Aku
diturunkan oleh supir bis di Tol pasir koja.. Ternyata disana bukan tempat
janji kita bertemu. Ahh,sayang. Aku khawatir. Janji bertemu kita mendapat
masalah. Kau menelpon,mengatakan aku salah turun. Aku kembali memutar otak.
Naik angkot,,
.Senin,17:10 Wib
Disana,yaa.di depan dealer Toyota.
Awal aku dan kamu bertemu. Saling bertatap muka. Ahhh,akhirnya sayang. Sekian
lama aku menantikan detik itu. Saat pertama itu,ingin rasanya waktu
terhenti.kau tau sayang,duniaku seakan benar-benar berwarna.iya sayang,kala itu
semua ketakutan yang sempat muncul,menjadi hilang tak bersisa. Seakan kamu
begitu mendominasi tiap langkah yang kupunya.kamu nyata,bukan hanya kilauan
angan yang mendesah bersama guritan angin malam. Semua kebahagiaan itu terasa
sempurna.sungguh,aku tak ingin pertemuan ini digantikan dengan apapun.meski
gold de roger yang mereka bilang manusia paling kaya sedunia menukar dengan
semua hartanya,aku tak perduli.aku hanya ingin terus bersamamu.
.Kita langsung menuju desa orang
tuamu,,yaa jujur saja,aku begitu panik,.denyut jantung begitu hebat. Pertama
kali aku bertemu ibumu. Yahh,yang aku fikirkan saat itu hanya harus membuat
keluargamu yakin dengan rencana masa depan kita.
.Kali pertama aku mendengar suaramu
secara langsung,mendengar desah nafasmu sayang. kalimat pertama yang membuat
aku merasa menjadi laki-laki paling sempurna sedunia.
"Sayang,ini semua terasa
mimpi"."Makasih sayang,udah dateng nemuin aku".
Sungguh,sayang. Aku begitu bahagia,hingga
aku lupa betapa letihnya perjalan dua hari itu. Yang aku ingat,hanya aku ingin
satu minggu disana,melepas rasa rindu yang semakin membuncah. Aku hanya ingin
kita yang dibangun dengan semua praduga ini tetap menjadi kita dengan semua
angan dan rencana masa depan.
Tiibaa,,,,keluargamu menyambut
dengan begitu baik sayang. Sungguh,aku berfikir bahwa ini adalah benar,bahwa
ini sungguh-sungguh nyata adanya,benar-benar seperti tak bercelah. Ibumu
sayang,,yaaa,ibumu sepertinya menyukaiku,ntahlah sayang,aku bingung,ini seperti
mimpi yang mulai menyentuh nyata.
.Hanya satu hal yang membuatku
semakin bertanya-tanya. Ibumu yang awalnya seperti menyukaiku,mendukung
hubungan kitaa,kenapa sekarang harus menjadi salah satu isu terberat dalam
hubungan kita,sayang ?? Apa salahku dan salahmu sehingga kita kembali
dihadapkan pada kejutan yang kembali membuyarkan butiran-butiran bening mata ??
"Jarak hanya angka,jika kita
masih memperjuangkan cinta yang sama".
Isu ini mampu kita lewati dengan
begitu dewasa,tapi jika ibumu yang telah menjadi dinding,filosofi apa lagi yang
mesti kita paparkan ?? Teori yang seperti apa lagi yang mesti kita bahas,sayang
??.
Aku tau sayang,kamu mencintaiku sama
halnya seperti cinta kepada ibumu.pilihan yang sangat berat sayang. Aku menangis,sungguh.
Aku merasa sangat kesal disaat ketidak adilan mesti menjadi pemeran antagonis
dalam alur yang kita bina.
Aku pasti sangat sulit melanjutkan
hari jika kamu memutuskan semua,aku pasti sangat frustasi jika tiadanya kamu
dalam detikan waktu. Sungguh,jika mampu diulang,aku akan mencari alasan untuk
tak bertemu keluargamu jika sekarang ternyata seperti ini yang kita terima
biarlah mereka beranggapan buruk asal jangan ini yang terjadi.
Semua mungkin belum terlambat,jika
kita masih terus memperjuangkan cinta yang sama. Tapi kamu,kamu sayang.seakan
kehilangan rasa,pesimis tentang semuanya,menjadi ragu-ragu. Mana wanita
kecintaanku yang dulu ? Mana wanita yang selalu menguatkan tiap gerak derap
langkah Kita ? Mana wanita yang selalu berteriak lantang saat sebuah kesalahan
kecil ingin membutakan langkah kita ? Mana kecintaanku itu,sayang ? .lalu harus
dengan apa lagi aku meyakinkan padamu jika semua pasti akan membaik ? Harus
dengan tataan bahasa yang bagaimana lagi aku mendorongmu untuk terus maju demi
mimpi kita,sayang ???
Kembalikan wanitaku,sayang!!
Kembalikan wanitaku yang dulu,sayang!!
Sungguh,aku selalu ingin dan
berharap bahwa kamu satu-satunya yang akan ku lihat saat bangun pagi dan tidur
malamku. Sungguh perasaan ini sudah sangat sulit untukku kekang,sayang. Senyum
manjamu yang selalu melengkung sempurna,tawa renyahmu yang membuyarkan semua
beban nyata.aku ingin terus memiliki itu sayang,teduh tatapanmu yang menyita
setiap detik waktu yang aku punya.
Sayang,taukah kamu? Setiap
hari,setiap jam,setiap menit,setiap detik setelah kepulanganku dari sana,hanya
air mata yang melegakan emosiku. Taukah kamu bahwa jingga merah muda tetap
bersandar di ufuk timur dan barat ?? Tahukah kamu bahwa setelah
kepulanganku,aku menjadi manusia peragu ? Tahukah kamu,sayang ??
Sendu menawanku tetap kamu,tetap
kamu tanpa ada perubahan.
Tidak banyak yang bisa kita
lakukan.mengingat jarak ini saja sudah sangat tersiksa,apa lagi jika sekarang
bertambah dengan ini.
Kita sangat rapuh jika harus
berjalan sendiri-sendiri.
Tuhan memang telah menyiapkan
rencana besar untuk kita. Tapi apa harus dengan begini ? Apa mesti dengan
memberikan kita, terkhusus aku sebuah hadiah yang jauh dari kata menyenangkan seperti ini?
'' 10 November 2012''
#kamu tentu tidak begitu pikun untuk mengingatnya.
Ghege ̸̸̸̨̨Ϟ•̸Ϟ•̸ ̐.̷̐͡
Aku terbangun seperti biasa. Menatap
handphone beberapa lama lalu melirik diam-diam ke arah jam. Menatap
langit-langit kamar yang sama. Letak lemari, meja belajar, dan rak buku juga
masih sama. Tak ada yang berbeda di sini. Aku masih bernapas, jantungku masih
berdetak, dan denyut nadiku masih bekerja dengan normal. Memang, semua terlihat
mengalir dan bergerak seperti biasa, tapi apakah yang terlihat oleh mata
benar-benar sama dengan yang dirasakan oleh hati?
Mataku berkunang-kunang, pagi tadi
memang sangat dingin. Aku menarik selimut dan membiarkan wajahku tenggelam di
sana. Dan, tetap saja tak kutemukan kehangatan, tetap mengigil— aku sendirian.
Dengan kenangan yang masih menempel dalam sudut-sudut luas otak, seakan
membekukan kinerja hati. Aku berharap semua hanya mimpi, dan ada seseorang yang
secara sukarela membangunkanku atau menampar wajahku dengan sangat keras.
Sungguh, aku ingin tersadar dari bayang-bayang yang terlalu sering kukejar.
Sekali lagi, aku masih sendiri, bermain dengan masa lalu yang sebenarnya tak
pernah ingin kuingat lagi.
Sudah tanggal 1. Seberapa pentingkah
tanggal satu? Ya... memang tidak penting bagi siapapun yang tak mengalami hal
spesial di tanggal satu. Kita masuk ke bulan September. Bulan yang baru.
Harapan baru. Mimpi yang baru. Cita-cita baru. Juga kadang, tak ada yang baru.
Aku hanya ingin kau tahu, tak semua yang baru menjamin kebahagiaan. Dan, tak
semua yang disebut masa lalu akan menghasilkan air mata. Aku begitu yakin pada
hal itu, sampai pada akhirnya aku tahu rasanya perpisahan. Aku tahu rasanya
melepaskan diri dari segala hal yang sebenarnya tak pernah ingin kutinggalkan.
Aku semakin tahu, masa lalu setidaknya selalu jadi sebab. Kamu, yang dulu kumiliki
tak lagi bisa kugenggam dengan jemari.
Kita berpisah, tanpa alasan yang
jelas, tanpa diskusi dan interupsi. Iya, berpisah, begitu saja. Seakan-akan
semua hanyalah masalah sepele, bisa begitu mudah disentil oleh satu hentakkan
kecil. Sangat mudah, sampai aku tak benar-benar mengerti, apakah kita memang
telah benar-benar berpisah? Atau dulu, sebenarnya kita tak punya keterikatan
apa-apa. Hanya saja aku dan kamu senang mendengungkan rasa yang sama, cinta
yang dulu kita bela begitu manis berbisik. Lirih... dingin... memesona...
Segala yang semu menggoda aku dan kamu, kemudian menyatulah kita, dalam rasa
(yang katanya) cinta.
Aku mulai berani melewati banyak hal
bersamamu. Kita habiskan waktu, dengan langkah yang sama, dengan denyut
yang tak berbeda, begitu seirama... tanpa cela, tanpa cacat. Sempurna. Dan, aku
bahagia. Bahagia? Benarkah aku dan kamu pernah merasa bahagia? Jika iya,
mengapa kita memilih perpisahan sebagai jalan? Jika bahagia adalah jawaban,
mengapa aku dan kamu masih sering bertanya-tanya? Pada Tuhan, pada manusia
lainnya, dan pada hati kita sendiri. Kenapa harus kau ubah mimpi menjadi api?
Mengapa kau ubah pelangi menjadi bui? Mengapa harus kauciptakkan luka, jika
selama ini kaumerasa kita telah sampai di puncak bahagia?
Kegelisahanku meningkat, ketika aku
memikirkanmu, ketika aku memikirkan pola makanmu, juga kesehatanmu. Aku bahkan
masih mengkhawatirkanmu, masih diam-diam mencari tahu kabarmu, dan aku masih
merasa sakit jika tahu sudah ada yang lain, yang mengisi kekosongan hatimu. Seharusnya,
aku tak perlu merasa seperti itu, karena kau masa lalu, karena kita tak terikat
apa-apa lagi. Benar, akulah yang bodoh, yang tak memutuskan diri untuk segera
berhenti. Aku masih berjalan, terus berjalan, dengan penutup mata yang tak
ingin kubuka. Semuanya gelap, tanpamu... kosong.
Ternyata, hari berlalu dengan sangat
cepat. Sudah setahun, dan sudah terhitung lagi berapa frasa kata yang terucap
untukmu di dalam doa. Salahku, yang terlalu perasa. Salahku, yang mengartikan
segalanya dengan sangat berani. Kupikir, dengan ikuti aturanku, semua akan
semakin sempurna. Lagi dan lagi, aku salah, dan kamu memilih untuk pergi. Ini
juga salahku, karena tak mengunci langkahmu ketika ingin menjauh.
Setelah perpisahan itu, hari-hari
yang kulalui masih sama. Aku masih mengerjakan rutinitasku. Dan, aku mulai
berusaha mencari penggantimu. Mereka berlalu-lalang, datang dan pergi, ada yang
diam berlama-lama, ada yang hanya ingin singgah. Semua berotasi, berputar, dan
berganti. Namun, tak ada lagi yang sama, kali ini semua berbeda. Tak ada kamu
yang dulu, tak ada kita yang dulu. Ya, semua kenangan memang berasal dari masa
lalu tapi tetap punya tempat tersendiri di hati yang sedang bergerak ke masa
depan.
Hidupku tak lagi sama, dan aku masih
berjuang untuk melupakan sosokmu yang tak lagi terengkuh oleh pelukkan.
Padahal, aku masih jalani hari yang sama, aku masih menjadi diriku, dan jiwaku
masih lekat dengan tubuhku. Tapi, masih ada yang kurang dan berbeda. Kesunyian
ini bernama... tanpamu.
Jika jemari ditakdirkan untuk
menghapus air mata, mengapa kali ini aku menghapus air mataku sendiri?
Dimanakah jemarimu saat tak bisa kauhapuskan air mataku?
Ghege ̸̸̸̨̨Ϟ•̸Ϟ•̸ ̐.̷̐͡
Ah... Sebenarnya aku tidak mengenalmu
Siapa kamu
Dan berapa umurmu
Tapi...
Aku tak terlalu memedulikan itu
Kudengar
Kamu sudah menjadi pilihan terakhir mantan kekasihku
Astaga!
Mengapa mulutmu menganga?
Jadi...
Kamu terperanjat ketika tahu dia pernah menjadi kekasihku?
Sudahlah...
Tutup saja mulutmu dengan telapak tanganmu
Lalu...
Dengarkan ceritaku
Tentu saja
Aku lebih dulu mengenal dia daripada kamu mengenalnya
Sudah pasti
Aku lebih tahu luar dalam tubuh dan ruhnya
Mungkin
Dia pernah bercerita tentangku padamu
Aku bisa menebak bagaimana wajahnya yang manis itu tiba-tiba merah padam
Aku mampu membayangkan matanya yang indah tiba-tiba terbelalak
Aku mampu mereka-reka hidung mancungnya tiba-tiba kembang-kempis dan nafasnya mendengus tajam
Aku bisa merasakan amarahnya dari sini
Aku masih sanggup merasakan debar jantungnya yang mulai berdegup
Sebenarnya...
Dia wanita yang baik
Dia manis dan cukup romantis
Tapi...
Entah mengapa ada hal asing dalam dirinya yang sulit kuterima dan kumengerti
Mungkin...
Kau bisa lebih mengerti
Mungkin...
Kau bisa menerjemahkan keasingan itu menjadi suatu kelaziman
Bagaimana kabarnya sekarang?
Apa kacamatanya masih bulat seperti nenek-nenek yang senang membaca koran di pagi hari?
Apakah nafasnya masih terngah-engah ketika ia sangat berantusias?
Masihkah jemarinya hangat ketika menggenggam tanganmu?
Masihkah bahunya kuat ketika tubuhmu bersandar di situ?
Aku tahu kalian pasti sangat bahagia
Walaupun mungkin saja tebakanku salah
Sinar matanya pasti semakin hangat
Ingatanku masih belum mampu melupakan kilatan halus di matanya
Otakku belum mampu menghapus rasa hangatnya ketika ia mengenggam tanganku dulu
Suaranya masih terus menderu
Halus dan lembut saat ia memanggil namaku dulu
Tolong jangan cemberut atau menangis!
Semua terjadi di masa lalu
Dan lihatlah pada dirimu!
Sekarang kamu memiliki dia
Sekarang aku kehilangan dia
Kamu masa depannya
Aku masa lalunya
Aku yakin
Dia pasti sangat mencintaimu
Karena ibunya juga mencintaimu secara penuh
Kamu dipilih langsung oleh ibunya
Untuk menjadi kekasihnya
Aku dipilih langsung oleh ibunya
Untuk mengakhiri semua yang telah terbentuk
Mimpi yang kurancang dengannya hampir sempurna
Istana yang kubuat bersamanya hampir selesai
Tapi...
Semua terpaksa hancur
Semua harus lebur
Aku tidak menyalahkan kamu
Telah terjadi bukan berarti akan berlanjut dan memiliki akhir yang indah
Seharusnya aku tahu dari awal
Rencana yang aku dan dia buat tak akan berakhir indah
Semua memang hanya mimpi
Kenyataannya...
Kamulah yang menjadi takdirnya
Kamulah yang miliki hatinya
Kau tak perlu tahu bagaimana hubunganku dan hubungannya berakhir
Yang jelas semua sulit diterima akal sehat
Hanya karena mataku tak sipit!
Hanya karena aku tidak bisa melafalkan bahasa sunda!!
Semua berakhir dalam keterpaksaan
Mungkin ada keterpaksaan juga saat ia memelukmu dengan erat
Mungkin ada keterpaksaan juga saat ia berbicara cinta padamu
Kau bisa miliki raga dan tubuhnya
Tapi...
Kau tidak bisa milikki jalah hidupnya
Semoga hanya aku yang tahu cacat dalam dirinya
Semoga hanya aku yang mengerti keindahan dalam tuturnya
Kali ini...
Kamu pasti menangis
Kamu pasti menyesal
Pria cerdas tak pernah menyesal!
Seperti aku yang tak pernah menyesal mencintai dia!
Seperti aku yang tak pernah menyesal membangun mimpi bersamanya!
Ghege ̸̸̸̨̨Ϟ•̸Ϟ•̸ ̐.
Aku memandangi foto tersebut beberapa saat. “Hanna, i’ll keep you on
my mind... we will meet again someday. Goodbye...” Ucapku dengan
memegang erat selembar foto di tangan kanan lalu menempalkannya di dada.
“Hanna!!” mimpi itu lagi! sudah beberapa kali aku bermimpi seperti itu.
“aku
tidak tau mengenai Hanna semenjak kepindahannya. Lagipula, kenapa kau
baru mencarinya sekarang? Terakhir kali aku bertemu Hanna 2 tahun yang
lalu, ia bercerita kepadaku bahwa keluargamu tidak menyetujui hubungan
kalian. Karena itu kah kau meninggalkan Hanna ke Paris ?” Celotehan
Irina membuatku benar-benar merasa bersalah. Saat ini aku membutuhkan
dukungan, bukan nasehat-nasehat yang memojokkan posisiku. Pergi ke Paris
juga bukanlah keinginanku. Tetapi, jika aku tidak melakukannya aku akan
lebih melukai Hanna.
“Irina, aku datang kepadamu untuk
menanyakan keberadaan Hanna, bukan untuk mendengarkan ocehanmu! Kau
tidak tau apa pun mengenai aku, jadi jangan pernah berkata seolah-olah
aku yang paling bersalah dalam hal ini!” bentakku padanya. Irina
menghampiriku, kemudian aku merasa cairan bening mengalir dari atas
membasahi kepalaku. Wanita itu menyiramku dengan segelas air putih!
“apa-apaan kau Irina?!”
Ia tersenyum sinis. Matanya
menatapku tajam penuh rasa kebencian. “kenapa kau hanya mencintainya
Evan?! Aku menyukaimu lebih dari Hanna!! Kalau wanita yang kau puja-puja
itu memang mencintaimu, mengapa dia pergi?! Mengapa dia tidak tetap
diam menunggmu seperti yang aku lakukan selama ini?! Aku bisa
memberikanmu kasih sayang yang tidak pernah Hanna berikan kepadamu
Evan!” ucapan Irina membuatku bergidik. Wanita itu sungguh menakutkan.
Ia terlalu terobsesi terhadapku yang tidak pernah menyukainya
sedikitpun. Tanpa pikir panjang aku langsung mengambil langkah seribu
meninggalkan rumahnya.
Tampaknya datang pada Irina
adalah keputusan yang salah. Tapi hanya dia satu-satunya yang tersisa.
Semua orang yang dekat atau pernah dekat dengan Hanna sudah aku kunjungi
rumahnya satu per satu, namun mereka juga tidak mengetahui keberadaan
wanita yang sangat ku cintai itu.
Aku mulai putus asa.
Aku tidak tau lagi harus berbuat apa dan pergi kemana untuk mencarinya.
Akhirnya aku memutuskan untuk menenangkan diri ke tempat aku dan Hanna
biasa berkunjung. Duduk di tepi pantai dan menatap lautan luas adalah
kegemaran kami. Namun rasanya kini tidak sama seperti dulu. Sekarang
Hanna tidak ada di sampingku, ia pergi entah kemana tanpa meninggalkan
jejak.
Langit biru yang cerah mulai berubah warna
menjadi oranye kekuningan. Tidak terasa aku sudah berjam-jam duduk di
tepi pantai ini. Aku seperti orang bodoh. Menunggu dan berharap Hanna
akan datang dan tersenyum kepadaku. Hanna, aku harus menjelaskan padamu
alasan aku meninggalkanmu dan memintamu untuk menunggu tanpa waktu yang
jelas, tapi di mana dirimu saat ini?
Ckrek!
Tiba-tiba
saja aku melihat kilatan lampu flash. Tampaknya seseorang telah
mengambil fotoku dari belakang tanpa sepengetahuanku. Aku membelokkan
badanku dan ternyata dugaanku benar! “apa yang kau lakukan?! Aku tidak
suka seseorang memotretku tanpa izin!” wanita itu tidak memedulikanku
dan masih menatapi kamera DSLR-nya.
“ah, oh, maaf, aku
tidak sengaja memotretmu. Hanya saja kau terlihat begitu menyatu dengan
objek sekitar. Kalau kau keberatan kau boleh menghapusnya.” Ia perlahan
menghampiriku. Ia menyodorkan kameranya ke arahku. “ini, hapuslah
sendiri fotomu.” Ujarnya.
Entah perasaan apa yang
menghinggapiku. Aku tidak suka seseorang mengambil fotoku tanpa izin
terlebih dengan orang yang tidak ku kenal. Tetapi kali ini berbeda. Aku
ingin mengambil kamera itu dan menghapusnya tapi aku tidak bisa. Hatiku
berkata untuk tidak menghapusnya. “tidak perlu. Kau bisa menyimpannya.”
Kataku berusaha bersikap acuh.
“sungguh?! Terimakasih! Oya, siapa namamu?” wanita itu tersenyum riang.
Tanpa
sadar aku bersama dengannya sepanjang sore. Kami berbincang-berbincang
tentang banyak hal hingga larut. Dan selama itu aku tidak memikirkan
Hanna. Kehadiran wanita bernama Kelly yang mempunyai hobby fotografi itu
telah membuatku merasa semakin bersalah terhadap Hanna. Bisa-bisanya
aku bersama wanita lain dan melupakannya. Aku tidak tau, sungguh...
semua mengalir begitu saja. Hanna, aku harap kau tidak marah padaku jika
kau mengetahui ini. Aku hanya mencintaimu seorang.
“jadi
kau pergi meninggalkannya karena terpaksa? Kalau kau tetap bersama
dengannya apa yang akan terjadi?” baru 2 hari aku mengenal wanita ini,
tapi aku merasa sangat dekat dengan dirinya. Kelly adalah tipe yang
periang. Setiap aku menatap matanya yang berkilat-kilat, aku merasa ia
memberikan aku semangat untuk tetap menjalani hidup walau perih.
“jika
aku tetap bersamanya... ibu ku akan melukainya dengan cara
memperkenalkan Hanna dengan Christie.” Aku tak mampu meneruskan
ceritaku. Aku tertunduk berusaha tegar. Namun beberapa saat terdiam aku
kembali mengangkat kepalaku yang terasa berat dan menatap Kelly untuk
melanjutkan ceritaku. “Christie adalah wanita asal Paris yang di
jodohkan denganku. Semua itu adalah ulah ibu ku, maksudku ibu tiriku. Ia
ingin menyingkirkan aku dari rumah dan menguasai harta almarhum Papaku.
3 tahun aku menetap disana sampai pada saat acara pertunanganku dan
Christie diselenggarakan, tiba-tiba ibu tiriku mengalami serangan
jantung dan ia meninggal di tempat. Aku berfikir bahwa ini adalah
kesempatan bagiku untuk kembali ke Indonesia dan menemui Hanna. Tapi aku
masih belum dapat bertemu dengannya. Aku takut sesuatu terjadi
kepadanya.”
Wanita itu memegang bahuku dengan kedua
tangannya. Ia menarikku ke dalam pelukannya. “kau laki-laki yang sangat
baik Evan. Mendengar ceritamu aku jadi merasa iri terhadap Hanna. Ia
beruntung sekali mendapati dirimu. Aku akan membantu mencarinya.”
“terimakasih Kelly.” Ucapku pelan karena sedikit terkejut.
“sebaiknya
kita pulang sekarang, langit sudah gelap. Bye Evan.” Lagi –lagi gadis
itu memamerkan senyum lebarnya yang indah. Aku seperti terhipnotis
olehnya. Aku tidak boleh begini. Aku harus sadar dan memikirkan Hanna.
Langkah
kakiknya semakin menjauh, sosoknya pun samar-samar tak terlihat lagi
oleh kedua mataku yang mempunyai minus 2. Kini hanya aku yang berada di
tepi pantai ini. Ketika aku bersiap pergi dari sana tiba-tiba terdengar
suara seperti bisikan angin:
“Evan, selamat tinggal... aku harap kau bahagia bersama dengannya. Terimakasih untuk semua cinta yang pernah kau berikan.”
Suara
itu lembut dan sangat pelan. Tetapi aku masih bisa mendengarnya dengan
jelas. Aku rasa ini hanya halusinasiku saja karena belakangan ini aku
selalu berkunjung ke tempat aku dan Hanna biasa bersama. Aku begitu
rindu terhadapnya sehingga aku sampai mendengar suara-suara aneh di
telingaku.
Jam menunjukkan angka 8 dan aku langsung
melesat ke parkiran mobil dan menginjak gas untuk pergi dari tempat itu.
Di tengah perjalanan aku teringat kembali akan semacam suara atau
bisikan di telingaku tadi saat di pantai. Hanna, dimana dirimu? Aku rasa
aku sedang frustasi sampai-sampai mengira suara itu adalah suaramu.
Ciiiittttttt...
Hampir
saja aku menabrak wanita tersebut! Untunglah aku segera menginjak pedal
rem. Ketidakkonsentrasianku ini cukup untuk menyeretku ke penjara. Aku
melepas seat belt dan berniat menghampirinya. Tetapi ketika aku keluar
mobil aku tidak melihat siapapun. Kemana wanita itu pergi? Tanyaku dalam
hati penasaran.
“Hei! Evan! Apa yang kau lakukan di jalanan sepi seperti ini?” seruan itu.. aku rasa aku mengenal suara itu.
“K- Kelly?” kataku sedikit gugup tak percaya. Suatu kebetulan yang luar biasa menurutku.
Selangkah,
dua langah, tiga langakah ia berjalan mendekatiku. Sekarang ia tepat di
depan wajahku. Kelly terdiam tertunduk menatap aspal jalanan beberapa
saat, lalu kemudian dengan secepat kilat ia merangkulku, ia merangkulku
dengan erat seperti orang yang sudah sangat lama tidak bertemu dan
meluapkan kerinduannya yang membuncah. Dan pelukannya kali ini berbeda
jauh dengan yang sebelumnya.
“h-hei, Kelly, ada apa
denganmu?” tanyaku agak terbata-bata karena kelakuan wanita satu ini.
Entah mengapa aku merasa gugup, aku tidak nyaman ia memelukku. Aku
merasakan hal yang aneh dan di lain sisi aku juga tidak enak dengan
Hanna.
“jangan merasa tidak enak. Aku hanya ingin
memelukmu sebentar saja Evan.” Nadanya begitu lembut dan membuat aku
luluh. Aku membalas pelukan Kelly dan membiarkan ia juga memelukku.
“Evan,
kemana lagi kita harus mencari Hanna? Kita sudah mengunjungi rumah
tempat ia tinggal dulu dan menanyakan kepada tetangga sekitar namun
tidak ada yang tahu dimana keberadaan ia atau keluarganya saat ini.” aku
mendengar suara Kelly yang sedang menyetir mobil. Aku tau ia bertanya
padaku. Tetapi aku tidak menjawabnya. Aku diam membisu karena aku masih
teringat akan kejadian semalam. Entahlah, tetapi dari nada bicara Kelly
ia seperti tidak pernah melakukan hal itu.
“Aku tau
Evan, kau ingin pergi ke pantai itu lagi dan menghabiskan waktu disana
saja, bukan? Baiklah, aku akan menemanimu.” Ujarnya.
Sesampainya
kami disana, seperti hari-hari yang lalu aku dan Kelly duduk di atas
pasir putih tepi pantai tersebut dan memandangi lautan biru luas yang
indah serta gumpalan awan cerah yang berbentuk seperti gulali.
“Hanna,
ah maksudku Kelly... boleh aku tau dimana kau kemarin jam 8 malam?”
senatural mungkin aku bertanya pada Kelly agar ia tidak curiga. Entah
mengapa aku ingin menanyakan hal ini.
“ah, jam 8 kalau
tidak salah aku menelfonmu tetapi handphone-mu sepertinya tidak aktif.
Memangnya ada apa Evan?” wanita itu menjawab pertanyaanku sambil
memotret objek-objek di sekitarnya.
Apa?! Lalu siapa
yang memelukku kemarin malam?! “t-tidak, tidak ada apa-apa.” ucapku
berharap Kelly tidak menyadari keterkejutanku.
Ia berdiri dan menghempaskan pasir dari celana panjang. “Evan, tolong pegang dulu kameraku, aku mau ke kamar kecil.”
“baiklah.” Kataku sekenannya.
Melihat
kamera itu hatiku seperti tertarik untuk melihat foto-foto yang ada di
dalamnya. Aku mulai menelusuri satu persatu foto demi foto yang diambil
oleh Kelly. Dia memang wanita yang berbakat. Semua hasil potretannya
bagiku begitu memukau.
“hei, kau sedang apa?
melihat-lihat foto ya?” sahut seseorang yang sudah pasti Kelly. Rupanya
ia kembali dalam waktu yang sangat singkat, padahal aku belum menemukan
fotoku karena terlalu banyak tertimpa oleh foto lainnya.
Aku mengulurkan kamera itu padanya. “ya, hanya sekedar melihat-lihat. Kau memang fotografer yang handal menurutku.”
“haha
Evan kau pandai sekali memuji. Tapi aku masih amatir dan harus banyak
belajar lagi.” Ia tertawa lepas dan tersenyum lalu kembali mengambil
gambar di sekitarnya.
“Evan, bagaimana kalau kita foto bersama? Kau mau tidak?” tanya gadis itu dengan mimik yang berharap aku akan mengiyakannya.
“baiklah, terserah kau saja.”
Ckrek!
“waaah
Evan, lihat!” Kelly menunjukan hasil foto di layar LCD kamera itu
kepadaku. Ia mengarahkan jari telunjuknya ke wajahku. “kau tampan
sekali, kalau teman-temanku melihatnya mereka pasti akan berebutan untuk
berkenalan denganmu haha.”
“sepertinya virusku tertular. Sekarang kau jadi pandai memuji Kelly.” Sindirku diiringi sedikit gelak tawa.
“mungkin saja haha.” Wanita itu tertawa renyah sampai matanya benar-benar menyipit.
Bersama
dengannya aku merasa hal yang berbeda. Apa ini adalah rencana Tuhan
untukku? Apa aku harus melupakan Hanna dan memulai kehidupan yang baru
dengan orang yang baru juga? Entahlah, sempat terlintas difikiranku
seperti itu tetapi aku belum berani mengambil tindakan nyata. Aku takut
keputusan yang ku pilih malah akan memperburuk keadaan.
Bagaimana
jika ketika aku sudah memilih Kelly, tiba-tiba Hanna muncul dan
kembali? Aku tidak tau harus menjelaskan padanya mulai dari mana. Aku
tidak ingin melukai hatinya lagi.
“Evan, aku akan bahagia jika kau bersama Kelly. Dia wanita yang baik. Kau tidak perlu ragu.”
Suara bisikan itu lagi! “Kelly, kau dengar suara itu?” tanyaku padanya seperti orang paranoid.
“suara apa Evan? Aku tidak mendengar apa pun, dan tidak ada suara lain selain desiran ombak di sini.”
“sudahlah, lupakan saja.” Ini membuatku gila. Suara itu kembali muncul dan membuat bulu kudukku berdiri. Apa maksud semua ini??
Nada
dering handphoneku berbunyi cukup keras dan berhasil membangunkanku
yang masih terlelap. Aku menekan tombol ‘jawab’ tanpa melihat siapa yang
menelfon karena mataku menempel dan aku kesulitan membukanya.
“hallo..” sapaku dengan suara berat dan sedikit serak khas orang bangun tidur.
“astaga
Evan, kau baru bangun tidur? Ini sudah jam 8, kau tau?!” omelan dengan
intonasi yang cukup tinggi serta suara yang agak cempreng ini tidak
salah lagi adalah milik Kelly.
“ah Kelly, berhenti
mengomel. Telingaku sakit, kau tau? Ada apa menelfon pagi-pagi? Tidak
biasanya kau begini.” Akhirnya setelah usaha yang cukup keras mataku
bisa terbuka dan aku langsung melangkah ke kamar mandi untuk mencuci
muka sambil masih menempelkan benda kecil itu di telingaku.
“aku
sedang di tempat cetak foto. Aku ingin mencuci fotomu yang pertama kali
aku ambil dan foto kita kemarin.” Ucapnya terkekeh. “setelah selesai
aku akan kerumahmu untuk memberikannya. Jadi aku harap kau segera mandi
karena aku tidak mau kebauan ketika berada didekatmu nanti haha.”
“ok ok, baiklah. Aku tunggu.”
“Evan,
Kelly is here.” Aunty Clarice memasuki kamarku, ia adalah wanita asal
Australia, ia juga istri dari kakakku satu-satunya yaitu James. Tetapi
berhubung kakakku sedang mengurus cabang perusahaan keluarga di Jerman,
ia meninggalkan istrinya dirumah bersama denganku dan sekaligus untuk
menemaniku.
Ia berjalan ke arahku yang sedang duduk di atas kasur sambil membaca buku. “i’m happy you already moved on from Hanna.”
“i’ve
never tried to do that Aunty. Hanna will always be in my mind.” Ujarku
menutup buku itu lalu turun ke lantai bawah untuk menemui Kelly.
“Don’t deny Evan. Don’t ignore your heart cause your mind won’t be able to feel it.” Seru Aunty Clarice.
Perkataan
Aunty-ku memang benar. Tetapi saat ini aku belum tau apa yang aku
rasakan dan apa yang harus kulakukan serta kuputuskan.
“hei Kelly, sudah lama menunggu?” sahutku dari lantas atas lalu menuruni anak tangga satu persatu.
“oh h-hai Evan, tidak juga.” Suara Kelly terdengar gugup dan aneh. Seperti ada seseuatu yang ia sembunyikan dariku.
Aku
baru ingat bahwa ia kemari karena ingin memberikan hasil fotonya. Aku
pun menagih janji itu. “oya, boleh aku lihat foto yang sudah kau cetak?
Pasti hasilnya sangat bagus.” Ucapku dengan menorehkan senyum kepadanya.
“ah
i-itu.. iya hampir saja aku lupa.” Kelly langsung merogoh-rogoh ke
dalam tas warna coklatnya mencari benda tersebut, tetapi tampaknya foto
itu tidak ada. “mmm.. maaf Evan, aku rasa aku meninggalkannya di tempat
cuci foto tadi. Aku akan mengambilnya dan segera kembali.” Aku bisa
melihat dari bahasa tubuh Kelly yang canggung dan bersikap tidak seperti
biasanya. Aku tau ada sesuatu yang terjadi dan ia tidak ingin aku
mengetahuinya.
“tidak perlu Kelly!” pekikku cukup keras
karena wanita itu sudah berada di ambang pintu dan bersiap pergi.
“sini, duduklah dulu.” Kataku sambil menepuk-nepuk sofa.
Ia
berjalan kaku menghampiriku dan duduk di sampingku. Aku memperhatikan
air mukanya yang gusar dan agak pucat. “Kelly, tatap aku!” perintahku.
Dengan terpaksa ia memutar kepalanya 90© dan berusaha memandangku. “Ada
apa sebenarnya? Apa yang kau sembunyikan dariku?” tanyaku mendalam.
Gadis
itu mengalihkan tatapannya dan tertunduk. Aku bisa mendengar dengan
jelas bahwa ia sekarang tengah menangis sesenggukan. “aku berbohong
Evan. Ambilah di dalam tasku dan lihatlah sendiri.”
Aku
mengikuti perkataannya. Tapi untuk apa Kelly berbohong? Ini hanyalah
foto. Batinku terus bertanya seperti itu sampai akhirnya aku mendapatkan
benda yang kucari.
Terdapat 2 lembar foto dan foto
yang pertama kulihat adalah foto aku dan Kelly saat di pantai kemarin.
Kelly terlihat cantik dan begitu ceria di foto tersebut. Hal apa yang
harus ia khawatirkan sampai-sampai ia berbohong padaku? Aneh sekali
pikirku.
Foto selanjutnya... mungkin ini adalah alasan
Kelly bersikap begitu. Aku tidak percaya melihatnya. Aku benar-benar
shock. Jantungku berhenti berdetak dan seluruh syarafku mati selama
beberapa saat. Aku tidak tau apakah ini editan semata atau foto asli
sungguhan.
“Kelly, tolong jelaskan padaku. Kau yang
mengedit fotoku, iya kan Kelly?!” aku menaikkan nada bicaraku
terhadapnya karena foto ini memang sulit dipercaya.
“tidak
Evan. Aku tidak mengeditnya. Aku juga tidak tau kenapa hasilnya bisa
seperti itu.” suara parau dan tangisnya yang tak henti membuatku merasa
bersalah. Aku telah menuduhnya melakukan itu. Aku telah bersikap
kelewatan kepada wanita ini.
Aku memeluknya dalam
sekejap. Aku tak mengerti mengapa aku bertindak seperti ini. Mungkin
perkataan Aunty Clarice benar. Aku tidak boleh menyangkalnya. Aku tidak
boleh mengabaikan hatiku karena pikiranku tak akan mampu merasakan
kebenaran yang dirasakan oleh hatiku.
“maafkan aku
Kelly. Aku tidak bermaksud menuduhmu. Aku... aku hanya... ini sulit
sekali dipercaya. Tapi aku harus mengatakan ini padamu.” Aku melepaskan
pelukanku perlahan lalu menggengam tangannya dan memandang matanya
lekat-lekat. “aku menyukaimu Kelly. Sungguh. Ini nyata perasaanku yang
sebenarnya. Kau pasti meragukannya, tapi aku mohon kali ini percayalah.
Sejak pertama berkenalan denganmu aku mulai merasa bayangan Hanna
memudar dan perlahan kau menggantikan posisinya dihatiku. Senyumanmu
memberikanku semangat. Tawamu telah merubah aku yang dulu selalu
menyalahkan diri sendiri karena meninggalkan Hanna. Aku jujur dengan
ucapanku Kelly.”
Ia berhenti menangis dan menatapku.
Tatapan matanya tampak sedang mencari-cari kejujuran didalam mataku.
Tiba-tiba saja wanita itu merangkulku erat sekali.
“akhirnya
kau bisa mencintai orang lain. Aku sangat bahagia Evan. Maaf aku
menggunakan tubuh Kelly untuk berbicara denganmu. Kau begitu serasi
dengannya. Satu saja permintaanku Evan, aku ingin kau dan Kelly datang
ke tempatku.” Suara itu! Aku ingat sekarang. Ini adalah suara Hanna!
“tidak, Hanna, jangan pergi!” aku semakin mempererat pelukanku.
“Evan,
aku tidak punya banyak waktu. Aku harus pergi setelah aku dapat
berbicara denganmu. Terimakasih untuk semua cinta yang pernah kau
berikan. Kau adalah pria yang istimewa bagiku.” Aku meneteskan air mata
mendengar perkataan Hanna. Bagaimana bisa ia meninggal? Apa yang telah
terjadi?
“tunggu! Hanna, apa yang telah terjadi padamu?” dengan cepat aku melepaskan dekapanku dari tubuh Kelly yang berisikan roh Hanna.
“a-aku...
meminta keluargaku untuk pindah kuliah ke Bali. Aku berharap bisa
melupakanmu di sana. Tetapi aku salah, aku justru semakin merindukanmu
yang tak kunjung datang. Nilaiku juga menurun drastis, dan aku tidak ada
orang yang mau dekat denganku karena mereka berfikir aku wanita yang
aneh dan selalu menyendiri. Mereka menjauhi aku dan memandangku sinis.
Karena aku tidak tahan akan cobaan ini, akhirnya aku menjatuhkan diri
dari lantai 5 gedung asramaku. Evan, aku malu sebenarnya menceritakannya
padamu. Aku wanita yang lemah, tapi kau harus tau. Aku tidak ingin
membuatmu terus bertanya-tanya dan mencari aku yang bahkan sudah tiada.”
Kelly, melalui dirimu aku dapat melihat tatapan sedih Hanna. Aku bisa
merasakannya.
“Hanna, kemana aku harus pergi?” tanyaku polos.
“aku
akan menyampaikannya pada Kelly. Aku harus pergi Evan. I love you,
goobye...” setelah mengucapkan kalimat terakhirnya tubuh Kelly kemudian
terkulai lemas, pingsan di atas sofa.
Jumat, 11 November 2011 - Denpasar, Bali
Aku
dan Kelly saat ini berada di tempat, di mana Hanna dimakamkan. Ternyata
setelah meninggalnya Hanna, orangtuanya kembali ke kampung halamannya
di Manado. Aku tak dapat bersuara. Aku masih belum menyangka nisan di
hadapanku ini benar-benar miliknya. Meskipun tertulis jelas dan lengkap
nama “Hanna Isabel Maria” namun di dalam hatiku, aku berharap ini adalah
Hanna Isabel Maria yang lain, bukan Hanna yang ku cintai.
“Evan,
cepat letakkan bunga melati putih itu. Hanna pasti sudah menunggu momen
ini. Aku yakin dia bahagia di atas sana.”ujar Kelly yang berdiri di
sampingku yang sudah lebih dahulu menaruh bunga di atas makam Hanna.
Tanganku
gemetar ketika akan menaruh bunga tersebut. Aku seakan tak mampu
menghadapi kenyataan ini. Tetapi Kelly menggengam tanganku. Ia
membantuku dengan senyum ikhlasnya. Tak terlihat sama sekali kecemburuan
di wajahnya walau ia tau masih ada sebagian dari Hanna yang tertinggal
di dalam diriku.
Aku mengeluarkan selembar foto dari
dompetku dan menaruhnya di dekat bunga melati putih itu. Ya, foto yang
ku taruh adalah hasil jepretan Kelly yang membuatku tersentak kaget.
Foto itu adalah fotoku saat pertama kali aku dan Kelly bertemu. Ia
memotretku dari belakang, dan ternyata terdapat sosok bayangan Hanna
yang cukup jelas di dalam foto tersebut setelah dicetak. Ia terlihat
sedang duduk di sampingku, dan yang membuatku lebih terkejut yaitu ia
tampak seperti mencium pipiku. Saat pertama kali melihatnya aku
meneteskan air mata karena begitu tak percaya. Namun, biar bagaimanapun
itu adalah kenyataannya.
“Kelly, tetaplah bersamaku dan
jangan pernah meninggalkan aku. Karena apa pun yang terjadi aku tidak
akan pergi darimu.” aku memeluknya dengan erat. Aku tidak akan lagi
menyia-nyiakan wanita yang berharga dalam hidupku. Cukup sekali aku
berbuat kesalahan dan tak akan aku mengulanginya.
“Evan, thank you for loving me.” Bisiknya di telingaku.
Hanna,
you never really left. I’ll always remember you. I can’t forget you or
erase you from my heart. I’m able to get my happiness with Kelly, and i
hope you’re smiling seeing us from up there.
I will watch you through these nights..
Rest your head and go to sleep..
This is not our farewell..
(Within Temptation – Our Farewell)
DE END
Ghege ̸̸̸̨̨Ϟ•̸Ϟ•̸ ̐.̷̐͡
Sudah hampir lebih satu jam aku berjalan-jalan tanpa tujuan. Pukul 2
pagi diperempatan simpang jamik dengan suasana yang begitu sepi,
membuatku merasa sedikit ngeri. Bayangkan saja, jika dalam keadaan
sebegini sunyi, tanpa ada lagi tanda-tanda kehidupan. jika ada sesuatu
yang buruk menimpaku, mungkin hanya Tuhan yang tahu.
Tapi bagus
juga; esok, namaku terpampang dengan jelas pada halaman awal surat
kabar harian Rakyat Bengkulu; "Seorang pemuda berpenampilan semrawut,
dengat perawakan labil, dan tengah menderita galau stadium akhir
ditemukan Tewas bersimbah air mata disekitaran simpang jamik". Menjadi
artis dadakan karena kasus memalukan, tidak buruk juga kan?
Bicara tentang artis. Pasti menyinggung tentang kamu juga, dan akhirnya, aku sendiri yang kelelahan untuk kembali menata hati.
Kamu
tau? Sejak kamu titipkan luka, entah kenapa ada beberapa perubahan yang
semakin tak kumengerti. Entahlah, hanya aku saja yang menyadari atau
tidak, yang jelas; ini sangat membingungkan. Bagaimana tidak, aku
semakin tidak mengenali diriku lagi. Aku menjadi pria melankolis,
sedikit aneh dan peragu.
Tolong jangan salah paham. Aku tidak
bermaksud untuk mengusik rutinitasmu dengan keluh kesahku, atau
mengharap sedikit rasa simpatimu, tentu tidak. Aku hanya menceritakan
sedikit perubahan-perubahan pada kehidupanku.
Ah,ya.
Tentang hidupmu. Kehidupan barumu yang sekarang, tak perlu kucari tau.
Sudah bisa ku analisa dan simpulkan secara tepat. Mungkin bukan hanya
aku, yang lain, teman-teman, keluarga, saudara, dan semua orang yang
mengenalmu pasti tau bahwa kamu tengah dirundung asmara yang bergelora.
Perasaan itu pasti tengah membuncah liar diantara kalian. Aku tidak
heran jika kamu bisa begitu cepat pulih dari luka setelah kita berpisah.
Bahkan aku ragu, kamu sempat merasa terluka saat keputusan itu kau
ambil. Bagaimana tidak, belum genap satu bulan keputusan itu tercetus,
status di bb mu sudah dipenuhi rona bahagia, tentu saja mengatas namakan
dia.
Jangan salah mengerti, aku bukan pria kecil yang akan
merengek-rengek meminta kamu putus dengannya. Bahkan, aku selalu
mendoakan hubunganmu dan pria itu selalu baik-baik saja mengingat kamu
sepertinya sangat bahagia dengannya. Hidupku, mungkin tak begitu penting
lagi buatmu. Mungkin, sekarang saat ada yang bertanya padamu tentang
aku, kamu pasti hanya mengangkat pundak,geleng kepala, tak perduli.
Tenang
saja, meski kamu tak lagi menjadikanku kecintaan, namun kamu tetap
menjadi guru pembimbing yang baik. Berkat luka yang kamu tinggalkan,
sekarang aku mulai memahami mana yang harus dikejar dan mana yang harus
ditinggalkan. Berkat itu, aku juga mulai paham arti rencana Tuhan. Jika
yang bertahun-tahun bersama saja bisa dengan sekejap punah, belum tentu
yang hitungan bulan gagal terikat setia. Semua serba belum pasti. jika
yang telah berusaha saja tetap hanya selalu mencicipi pedasnya, mungkin
lebih baik menunggu untuk memetik rasa manisnya.
Cintaku,cintamu,beda(kukutip dari karya menakjubkan sang idola) Dalam persepsiku, cinta hanya dibandrol sepenuh hati, sejati, mungkin
juga sampai mati. Menurutmu, mungkin cinta itu seperti ilalang. Telah di
pangkas habis, selau bisa tumbuh dengan cepat.
Mungkin, yang
membaca akan tersenyum. Atau bahkan tertawa. Dari awalkan sudah
kukatakan, pria ini tengah galau stadium akhir. Jadi tolong,,jangan
tertawa!!!
Aspalnya masih basah, genangan air hujan
tadi sore juga masih banyak dimana-mana. Lebih baik jika aku bergegas
pulang, azan subuh sebentar lagi berkumandang.
Dan,,,satu
hal lagi,untuk kamu yang sekarang tengah menikmati indahnya jatuh
cinta. ''Tolong jaga prasaannya. Cukup aku pria yang mengenal baik
burukmu. Biarkan dia hanya mengetahui sisi baik, manis, dan kepolosanmu.
biar dia semakin terbius dengan kecantikanmu hingga lupa bahwa kamu
juga bercelah. Itu pasti sangat membantu untuk kelangsungan hubungan
kalian, dia pasti pria yang sangat ideal hingga kamu dengan sangat iklas
mengembalikanku pada kesendirian.''
Sudah sangat larut, itu saja pesanku. Semoga kamu paham #24 mei 2012,Simpang Jamik.
Ghege ̸̸̸̨̨Ϟ•̸Ϟ•̸ ̐.̷̐͡
Aku masih merasakan sesak yang sama. Aku tahu bahwa pada akhirnya
aku akan sesedih ini, aku berusaha menghindari air mata sekuat yang aku
bisa. Tapi, kautahu, aku adalah pria paling tidak kuat menahan
kesedihan. Kamu mendengar ceritaku tentang wanita itu kan? Aku selalu
bercerita padamu tentang dia. Seberapa dalamnya perasaanku, seberapa
kuat cinta makin menerkamku, dan seberapa hebat senyumnya bisa begitu
meneguhkan langkahku.
Kamu tentu tahu seberapa dalam
perasaanku padanya dan betapa aku takut perbedaan aku dan dia menjadi
jurang. Aku tak pernah memikirkan perpisahan selama ini, tapi ternyata
hal yang begitu tak ingin kupikirkan pada akhirnya terpaksa masuk
otakku. Aku dan dia tak lagi seperti dulu. Sapaannya tak lagi sehangat
dulu, senyumnya tak lagi semanis dulu, dan tawanya tak lagi serenyah
dulu. Aku tak tahu perubahan macam apa yang membuat sosok wanita itu
begitu berbeda.
Dari semua sikapku, tak mungkin kautak
tahu aku punya perasaan lebih padanya. Dari semua ceritaku, tak mungkin
kautak paham bahwa aku mulai jatuh cinta padanya. Aku terlalu banyak
diam dan memendam, mungkin di situlah kesalahanku. Terlalu egois
mengatakan dan terlalu takut mengungkapkan. Aku tak bisa menyalahkan
siapa-siapa dan tak bisa mengkambinghitamkan siapa pun. Bukankah dalam
cinta tak pernah ada yang salah?
Mengetahui kenyataan
yang mencekam seperti itu, aku jadi malas tersenyum dan berbicara banyak
tentang perasaanku pada orang lain. Aku malah semakin belajar untuk
menutup rapat-rapat mulutku pada setiap perasaan yang minta diledakkan
lewat curhat-curhat kecil.
Berbahagialah kamu bersama
wanita itu, wanita yang selalu kubawa dalam cerita-ceritaku. Wanita
yang bagiku terlalu tinggi untuk kugapai dan terlalu misterius untuk
kumengerti jalan pikirannya. Setiap melihatmu dengan wanita itu, aku
berusaha meyakinkan diriku; bahwa aku juga harus ikut berbahagia
melihatmu dengannya. Sejatinya, cinta adalah ikhlas melihat orang yang
kucintai bahagia meskipun ia tak pernah menjadikanku pilhan
satu-satunya.
Tenanglah, aku sudah mulai melupakannya.
Sudah ada seorang wanita baru, yang tak begitu kucintai, tapi
kehadirannya bisa sedikit mengundang senyum di bibirku. Aku tak tahu,
apakah perasaanku pada wanita baru itu adalah cinta. Aku tak berusaha
memahami, apakah hubungan yang kami jalani selama ini adalah
ketertarikan sesaat atau hanya sarana untuk menyembuhkan luka hatiku?
Kami tertawa bersama, menghabiskan waktu berdua, tapi segalanya terasa
biasa saja. Tak ada ledakkan yang begitu menyenangkan ketika aku
bertatap mata dengannya.
Wanita yang selalu
kuceritakan padamu, yang kini telah menjadi kekasihmu, selalu berbentuk
gumpalan bayang-bayang di otakku. Semakin aku berusaha melawan, semakin
aku tak bisa menerima bahwa segalanya tak lagi sama. Aku tak ingin
ingatanku dan perasaanku yang dulu begitu besar pada masa lalu menjadi
penyiksa untuk pria baru yang ingin membahagiakanku kelak. Aku hanya
berusaha mengerti yang terjadi dan berusaha pasrah dengan kenyataan yang
memang harus kuketahui. Aku tak ingin dibohongi oleh kesemuan yang
membahagiakan, lebih baik kenyataan yang memuakan tapi penuh kejelasan.
Aku
mohon, jagalah wanita itu dengan susah payah, dengan sekuat tenagamu.
Aku ingin kebahagiaannya terjamin olehmu. Aku ingin dia bahagia
bersamamu. Di sini, aku tak bisa berbuat banyak, selain membantu dalam
doa.
Aku tak sempat membuat dia tersenyum. Tolong,
inilah permintaanku yang terakhir, setelah ini aku tak akan
mengganggumu; bahagiakan dia, buatlah dia terus tersanyum, dan biarkan
saja dia tak tahu ada seseorang yang terluka diam-diam di sini.
Ghege ̸̸̸̨̨Ϟ•̸Ϟ•̸ ̐.̷̐͡